Sukses

Ajukan Uji Materi, Emir Moeis Tegaskan Ingin Ungkap Kebenaran

Emir Moeis mengajukan uji materi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 162.

Liputan6.com, Jakarta - Politikus PDI Perjuangan Izedrik Emir Moeis hari ini menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK). Dia ingin mengajukan permohonan uji materi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 162.

Pada 2004, Emir Moeis divonis bersalah dalam menerima suap dalam kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung. Majelis hakim pada 2014 lalu memberikan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara.

Meski kini telah bebas, ia menilai masih ada yang mengganjal dalam persidangan dirinya.

"Dalam kasus saya ini, satu-satunya saksi yang memberatkan dan saksi mahkota itu WNA tidak hadir dalam persidangan saya. (Yang digugat) KUHAP-nya Pasal 162," kata Emir di gedung MK, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Dalam persidangan kasusnya, Emir berkali-kali meminta jaksa penuntut umum (JPU) dan majelis hakim untuk menghadirkan Presiden Direktur Pacific Resources Inc., Pirooz Muhammad Sharafih yang berkewarganegaraan asing. Namun, Pirooz tidak pernah didatangkan.

Menurut Emir, ia tidak mencari keadilan dengan uji materi ini. Emir hanya ingin  membuktikan kebenaran saja.

"Jadi saya disini bukan cari kebebasan, orang sudah bebas kok. Mencari keadilan sudah lewat kok, saya cuma mau mengungkapkan kebenaran kok untuk yang selanjutnya, supaya tidak ada lagi hal serupa," tutur Emir.

Dia berharap, jika ini dikabulkan oleh MK, maka saksi yang tidak bisa dihadirkan di dalam persidangan, bisa menggunakan teknologi. Dengan kata lain menggunakan teleconference.

"Supaya kalau saksi tidak bisa hadir, apalagi saksi mahkota, dan saksi yang memberatkan, setidak-tidaknya ada teleconference," tegas Emir.

 

Saksikan Video Pilihan Di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sewenang-wenang

Emir menunjuk ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa pemohon. Menurutnya, Yusril juga memang berniat membantu.

Di tempat yang sama, Yusril menuturkan, dengan kehadiran pasal tersebut jelas menghilangkan hak konstitusional Emir. Bahkan jaksa bisa memainkan pasal itu.

"Pasal-pasal ini potensial dimainkan oleh JPU. Bisa saja orangnya disembunyikan, pada saat persidangan mulai, tak muncul," jelas Yusril.

Selain itu, masih kata dia, dengan membaca keterangan saksi, jelas-jelas tidak ada yang bisa dibantah apalagi dikonfrontir.

"Akibatnya bisa timbul kesewenang-wenangan," pungkas Yusril.

Untuk diketahui, Pasal 162 KUHAP ayat (1) berbunyi: "Jika saksi sesudah memberikan keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggi karena jauh tempat kediaman atau timpat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan".

Sedangkan ayat (2) berbunyi: "Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang".