Liputan6.com, Manila - Usulan Indonesia agar penyelesaian kasus krisis kemanusiaan di Myanmar terhadap etnis Rohingya dibahas dalam Sidang Umum Parlemen se-Asia Tenggara atau ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), mendapat penolakan. Dari 10 negara yang hadir dalam sidang AIPA, tiga negara menyatakan menolak usulan resolusi Rohingya dari Indonesia, yakni Myanmar, Singapura, dan Laos.
Sementara, lima negara meminta Presiden AIPA untuk melakukan pertemuan khusus antara Indonesia dan Myanmar untuk mencari jalan tengah. Lima negara itu, yakni Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan Malaysia. Hanya Thailand yang mendukung Indonesia agar isu krisis kemanusiaan menjadi salah satu topik pembahasan dalam Sidang Umum AIPA.Â
Baca Juga
Presiden AIPA Pantaleon D Alvarez yang memimpin sidang Komite Eksekutif pun memutuskan untuk membentuk forum lobi antara delegasi Indonesia dan Myanmar. Dalam forum lobi itu, Myanmar kukuh menolak isu Rohingya dibahas dalam Sidang Umum AIPA.Â
Advertisement
Menurut delegasi Myanmar, biarlah masalah krisis di Rakhine itu diselesaikan oleh pemerintah mereka. Mereka menilai, saat ini terlalu banyak kontroversi terhadap isu krisis kemanusiaan tersebut.Â
Forum lobi pun berlangsung alot. Awalnya, lobi yang direncanakan hanya berlangsung 15 menit, molor menjadi hampir satu jam. Padahal, delegasi Indonesia sudah sempat melunak dengan mengganti usulan resolusi Rohingya menjadi krisis kemanusiaan di Asia Tenggara, bukan hanya di Myanmar.
"Kalau resolusi soal krisis kemanusiaan juga ditolak, kita pulang saja. Percuma sidang AIPA bila tidak ada penyelesaian terhadap krisis kemanusiaan," ucap Wakil Ketua DPR Fadli Zon di hadapan delegasi Myanmar di Hotel Shangri-La, Manila, Filipina, Jumat (15/9/2017).Â
Hal tersebut juga disepakati oleh Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) Nurhayati Ali Assegaf, serta anggota Komisi V, Mahfudz Abdurrachman dan anggota Komisi III, Abdul Kadir Karding yang turut hadir. Nurhayati juga menyampaikan hasil investigasi atas krisis kemanusiaan etnis Rohingya tahun lalu. Di dalamnya, parlemen Myanmar sendiri mengakui bahwa benar terjadi kekerasan.
"Ini bukan terorisme, ini adalah pelanggaran hukum kemanusiaan," tegas Nurhayati yang juga menjabat sebagai Presiden Humanitarian of the Inter-Parliamentary Union.Â
Karena tak menemukan titik temu atau deadlock, Presiden AIPA akhirnya memutuskan akan membahas agenda ini pada Sabtu sore. Untuk sementara agenda pertemuan komite eksekutif AIPA dilanjutkan kembali.