Sukses

Hakim Tipikor Vonis Bupati Nonaktif Klaten 12 Tahun Penjara

Vonis Sri Hartini ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukumnya 12 tahun.

Liputan6.com, Semarang -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan vonis 11 tahun penjara terhadap Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukumnya 12 tahun.

"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah secara sah melakukan korupsi lebih dari satu kali dan berlanjut. Dengan ini menjatuhkan vonis 11 tahun penjara dan denda Rp 900 juta subsider 10 bulan penjara" kata Hakim Ketua, Antonius Widijantono, di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (20/9/2017).

Mendengar putusan vonis yang dibacakan hakim, Sri Hartini yang mengenakan hijab merah dan baju putih tempak berkaca-kaca. Dia menyatakan akan mempertimbangkan untuk banding.

"Saya pikir-pikir dulu yang mulia," ungkap Hartini usai beronsultasi dengan kuasa hukum.

Dalam kasus ini, Sri Hartini dinyatakan terbukti menerima suap dan gratifikasi sebagaimana dakwaan pertama Pasal 12 huruf a UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Serta dakwaan kedua, Pasal 12 huruf B UU yang sama Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Suap dilakukan terkait promosi jabatan PNS Tahun Anggaran ('TA) 2016 terjadi atas perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja (STOK) sebesar Rp 2,995 miliar. Gratifikasi terkait pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan untuk desa, penerimaan pegawai pada BUMD, mutasi dan promosi Kepala Sekolah SMP dan SMA/SMK serta pelaksaan proyek pada Disdik Klaten.

Saksikan video pilihan di bawah ini

 

2 dari 2 halaman

Berawal dari OTT KPK

Dalam kasus korupsi yang dilakukan mantan bupati Laten Sri Hartini, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yakni Sudirno Kepala Dinas Pendidikan dan Bambang Teguh Setyo kepala bidang mutasi Sekda Klaten.

Sri Hartini sebelumnya ditangkap penyidik KPK di rumah dinas Bupati Klaten, Jumat 30 Desember 2016. Dalam operasi itu, KPK juga menangkap pegawai negeri sipil bernama Suramlan.

Tak berapa lama, KPK menetapkan Sri dan Suramlan sebagai tersangka. Sri diduga menjadi penerima uang setoran dari PNS, sedangkan Suramlan dianggap sebagai penyetor atau penyuap.