Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyatakan pada era digital saat ini, ujaran kebencian dan konten negatif lebih mudah direproduksi oleh masyarakat.
Kata dia, implikasinya ujaran kebencian kadang masuk dalam panggung-panggung dakwah di masyarakat. Sehingga terdapat beberapa pihak yang menggunakan hal itu untuk menjelekkan orang lain saat khotbah di masjid.
Menurut Said, khotbah dengan menjelekkan dan menyebut nama orang lain sangat tidak dibenarkan.
Advertisement
"Khotbah Jumat, kalau boleh saya menyebut, tidak sah kalau menjelekkan atau mencaci- maki orang," kata Said di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat 22 September 2017.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2017 pada 23-25 November di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Hal ihwal ujaran dalam berdakwah juga menjadi pembahasan dalam perhelatan tersebut. Sebab, pada era digital saat ini, ujaran kebencian dan konten negatif mudah direproduksi oleh masyarakat.
"Implikasinya ujaran kebencian kadang masuk juga di panggung-panggung dakwah," ujar dia.
Menurut Said, terdapat beberapa hal lain yang menjadi pembahasan saat Munas dan Kunbes 2017. Seperti mengenai investasi dana haji untuk proyek infrastruktur.
"Contohnya seperti bahas investasi dana haji, ada juga terkait penggunaan frekuensi dalam dunia penyiaran, harusnya ada perlindungan pada penggunanya," ujar dia.
Said menambahkan PBNU akan melakukan pembahasan pula dalam Rancangan Undang-Undang Anti Terorisme yang secara efektif belum dapat menyikapi ancaman terorisme.
"Padahal, berbagai indikasi dan ancaman terorisme sudah dideteksi dari jauh hari. Aturan UU seringkali membatasi gerakan langkah aparat untuk melakukan pencegahan dini," jelas Said.
Saksikan video di bawah ini: