Sukses

Negara Perlu Beri Otonomi Swasta Kelola Frekuensi Penyiaran

Emrus menilai negara perlu memberikan otonomi kepada lembaga penyiaran mengelola frekuensi penyiaran di berbagai media massa.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Media Emrus Sihombing menganggap perlunya negara memberikan otonomi kepada lembaga penyiaran dalam mengelola frekuensi dan infrastruktur penyiaran di berbagai media massa, termasuk disiaran televisi yang dilakukan secara live.

Emrus mengatakan, ada yang berpandangan soal pengelolaan frekuensi dan infrastruktur ini,  pertama, pengelolaan frekuensi dan infrastruktur yang dilakukan sentralistik atau tunggal dalam suatu konsorsium. Kedua, pengelolaan dengan otonomi oleh masing-masing lembaga penyiaran.

Emrus pun membuat simulasi terhadap kedua pandangan tersebut berikut ini. Pertama, mengenai pengeloaan terpusat, dia berpendapat, bila pengelolaan sentralistik atau tunggal, maka operator mengendalikan frekuensi dan infrastruktur digital dalam suatu badan atau konsorsium bentukan dari suatu kepentingan tertentu.

"Dengan model ini, operator dipastikan menyewakan kanal kepada content provider. Dipastikan pula, harga sewa lebih ditentukan oleh operator yang bersangkutan. Sedangkan pihak lembaga penyiaran otomatis akan termarjinalisasi," kata emrus, Minggu (24/9/2017).

Dengan skema semacam itu, Emrus menilai akan berpotensi menimbulkan praktek monopoli yang mendorong terciptanya persaingan usaha yang kurang sehat. "Selain itu, bisa terjadi dominasi operator terhadap pihak lembaga penyiaran," kata dia.

Sebab, kata Emrus, operator menguasai frekuensi dan infrastruktur yang dapat membatasi gerak langkah lembaga penyiaran memproduksi program acara yang secepat mungkin disampaikan kepada publik dan bermutu. 

"Bagaimama bila otonom? Ciri sebuah negara demokrasi yang maju, dipastikan semakin memberikan kepercayaa kepada warganya, termasuk kepada pihak swasta untuk mengelola sektor kepentingan publik," kata dia.

 

2 dari 2 halaman

Terhindar Praktek Monopoli

 

Dengan otonomi tersebut, lembaga penyiaran kata emrus, memiliki kebebasan menyampaikan pendapat tanpa diganggu oleh pengendalian teknologi yang tersentralistik. "Tentu hal ini sejalan dengan kebebasan berpendapat yang diamanatkan konstitusi kita," kata dia. 

Di samping itu juga, dengan pola otonomi ini, akan terhindar dari terjadinya praktek monopoli, karena semua lembaga penyiaran dapat mengelola sendiri frekuensi dan infrastruktur masing-masing.

"Dengan prinsip pengelolaan otonomi tersebut dan kemudian lambat laun secara natural, lembaga penyiaran bermigrasi secara alami ke sistem digital," Emrus menandaskan. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: