Liputan6.com, Jakarta - Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersoalkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK, yang dijadikan sebagai alat bukti oleh pihak Setya Novanto.
LHP yang dibeberkan dalam persidangan praperadilan Setya Novanto itu merupakan laporan dengan Nomor 115 Tahun 2013.
Laporan tersebut berisi kinerja KPK selama 2009-2011, dengan nomor register 115/HP/XIV/12/2013 tanggal 23 Desember 2013.
Advertisement
KPK pun mempertanyakan bagaimana tim kuasa hukum Setya Novanto mendapatkan salinan LHP dari BPK tersebut.
"Kita menanyakan bagaimana cara mendapatkan (LHP). Permasalahannya adalah dalam hal mendapatkan. Usai sidang Jumat lalu, pemohon (pihak Novanto) akan memberi penjelasan tentang bukti pemohon terkait laporan BPK terkait kinerja KPK," kata Kabiro Hukum KPK Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).
Setiadi juga menampik LHP tersebut pernah digunakan oleh Hadi Poernomo saat beperkara dengan KPK pada 2015. Dia menegaskan, LHP tersebut tidak menjadi alat bukti dalam sidang praperadilan Hadi Poernomo.
"Kami akan cek kembali, apakah itu masuk dalam daftar dari Pak Hadi Purnomo pada saat praperadilan yang lalu, dan substansinya adalah bukan mempermasalahkan hasil pemeriksaan kinerja, tapi kan ingin mengetahui perbandingan SOP yang dimiliki oleh KPK dengan pelaksanaan kegiatannya," tutur Setiadi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Laporan BPK
Sebelumnya, tim kuasa hukum Novanto membawa alat bukti berupa LHP Hadi Poernomo yang didapat dari BPK. Laporan ini dijadikan sebagai alat untuk melawan KPK.
"Kami memiliki dokumen ini dan dengan ini, akan dijelaskan bahwa yang dipermasalahkan (kemarin). Yang kami sebut kemudian LHP KPK No 115," kata pengacara Setya Novanto, Ketut Mulya Arsana.
Kepada hakim Cepi Iskandar, Ketut mengatakan dokumen yang didapatkan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu, telah digunakan dalam sidang praperadilan lain atas nama Hadi Purnomo pada 2015 yang telah diputus secara inkrah di mana laporan dan putusan mencantumkan LHP KPK yang sama.
"Kedatangan kami diterima pada 19 September 2017. Sesuai permohonan alur informasi BPK kami diminta mengisi formulir permohonan infromasi publik serta tujuan penggunaan informasi tersebut sebagai alat bukti perkara pidana kami cantumkan tegas," tutur Mulya Arsana.
Advertisement