Liputan6.com, Jakarta - Publik tengah dihebohkan dengan kabar beredarnya senjata ilegal. Jumlahnya tak sedikit, 5 ribu senjata api.
Adalah Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pemicunya. Orang nomor satu di jajaran TNI itu menyatakan, ada oknum di luar instansi militer yang akan mendatangkan ribuan senjata tersebut secara ilegal.
Baca Juga
Dalam aksinya, kata Gatot, institusi tersebut bahkan mencatut nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Gatot menyebut ada jenderal nakal yang berusaha membantu mendatangkan senjata ilegal tersebut.
Advertisement
Oleh karena itu, pihaknya pun siap melakukan pengawasan. Bahkan TNI siap menumpas aksi tersebut.
"Data intelijen kami akurat," kata Gatot di hadapan para jenderal aktif dan jenderal purnawirawan Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat 22 September 2017.
Aksi keras TNI terhadap masuknya senjata non-militer bukan kali pertama. Sejarah mencatat, TNI (saat itu ABRI) bereaksi keras terhadap rencana pemberian senjata dari China (1965) yang dinilai ilegal.
Cerita bermula dari kunjungan kenegaraan Wakil Perdana Menteri yang juga Menlu RI Subandrio ke Tingkok atau China pada 1963. Subandrio disambut hangat Perdana Menteri Chou En-Lai, Presiden Mao Tse-Tung, dan Menlu Chen Yi. Mereka menawarkan bantuan peralatan militer untuk 40 batalyon tentara. Gratis dan tanpa syarat. Â
Subandrio pun menyampaikan tawaran tersebut ke Presiden Sukarno. Tanpa pikir panjang, Presiden pertama RI itu pun menerima dan menyambut baik tawaran tersebut. "Asal bantuan itu tidak mengikat, mengapa tidak diterima?" ujar Subandrio menirukan ucapan Sukarno, seperti dikutip dalam tulisan Subandrio, "Kesaksianku tentang G30S".
China pun lantas menanyakan kapan bantuan tersebut bisa dikirim. Namun, Sukarno rupanya bingung dengan pertanyaan ini. Baru pada awal 1965 Bung Karno mempunyai jawaban. Dia mengusulkan pembentukan Angkatan Kelima. Tujuannya satu, menampung bantuan senjata dari China tersebut.
Jika persenjataan yang dikirim cukup untuk 40 batalyon, maka Angkatan Kelima berkekuatan sekitar itu. Sebab, tujuannya memang untuk memanfaatkan maksimal pemberian senjata gratis RRT.
Bung Karno menyebut ini adalah pasukan istimewa yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan angkatan lain.
Humaidi dalam tesisnya (2008) "Politik Militer Angkatan Udara Republik Indonesia Dalam Pemerintahan Sukarno 1962-1966" menyebut, ada dua versi terkait ide pembentukan angkatan kelima.
Pendapat pertama menyebut, yang melontarkan ide ini adalah Ketua Central Comitee (CC) PKI DN Aidit. Pendapat ini berdasar keterangan pada Januari 1965 di mana Aidit mengusulkan ke Presiden agar kaum buruh dan tani dipersenjatai dan diberi latihan militer.
Rakyat yang disenjatai tersebut akan dijadikan angkatan kelima selain Angkatan Laut, Udara, Darat, dan Polri yang sudah ada.Pendapat kedua, pencetus ide angkatan kelima adalah Presiden Sukarno sendiri.
Panglima Angkatan Udara Omar Dani dalam pembukaan kursus Lemhanas di Istana Negara, 20 Mei 1960 menyatakan, Presiden dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri China Chou En Lai menjelaskan bahwa China punya empat angkatan, yakni darat, laut, udara, dan milisia.
Ide angkatan kelima ditawarkan Sukarno sebagai wadah agar sukarelawan yang dilatih dalam Dwikora dan Trikora bisa dikontrol.
Â
Ditolak Militer
Namun, usulan angkatan kelima ditentang keras kalangan tentara. Menpangad Letjen A Yani tegas menolak usulan angkatan kelima. Para jenderal lainnya mendukung sikap Yani. Dalam rapat Sukarno dengan para panglima angkatan, hanya Panglima Angkatan Udara Omar Dani yang menyetujui usulan tersebut.
Sikap Yani kemudian  menjadi pembicaraan di kalangan elite politik. Sejumlah spekulasi bermunculan. Bung Karno sendiri tetap tidak menjelaskan rinci  bentuk angkatan kelima tersebut.Â
"Saya sebagai orang yang paling dekat dengan  Bung Karno saat itu pun tidak diberitahu," ujar Subandrio.
Bung Karno kemudian memanggil Yani. Dijadwalkan, Yani akan diterima Presiden di Istana Negara pada 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB. Agendanya cuma satu, tentang angkatan kelima.
Yani merasa pemanggilan dirinya adalah untuk pencopotan jabatan. "Saya mungkin akan dicopot dari Menpangad, sebab saya tidak setuju Angkatan Kelima," ujar Yani dikutip Subandrio. Ucapan Yani ini juga cepat menyebar.Â
Namun Yani dibunuh beberapa jam sebelum ia menghadap Presiden Soekarno.  Jika diperkirakan Yani dibantai sekitar pukul 04.00 WIB, berarti empat jam  kemudian mestinya ia menghadap Presiden.
Pertentangan soal angatan kelima itu juga membuat hubungan militer dan Partai Komunis Indonesia memanas. Tentara dan PKI saling curiga dan tidak percaya. Panasnya hubungan dua institusi tersebut mencapai puncaknya dengan munculnya Gerakan 30 September yang diduga didalangi oleh PKI.
Tujuh jenderal jadi korban aksi tersebut. Salah satunya adalah Jenderal Ahmad Yani. Namun, aksi G30S berhasil digagalkan. Kegagalan G30S sekaligus juga menghapus ide pembentukan angkatan kelima.Â
Angkatan Darat dengan Supersemar akhirnya membubarkan PKI dan ormas-ormasnya, terutama di antaranya dari Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia, dan SOBSI yang dituduh merupakan unsur angkatan kelima.
Penangkapan besar-besaran pun dilakukan. Pemerintahan saat itu, pasca-Supersemar yang dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto, menahan para perwira militer yang dikatakan terlibat dalam Gerakan 30 September dan melatih angkatan kelima.
Saksikan vidio pilihan di bawah ini:
Advertisement