Sukses

Cerita Megawati Soal Bung Karno Dapat 26 Gelar Doctor HC

Dalam pembelaannya, Bung Karno menjelaskan keadaan politik internasional dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajah.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengungkap peran Presiden pertama RI Sukarno dalam mengukir politik di Indonesia. Menurut dia, di tengah sikap penjajah yang melarang berdirinya institusi politik, tak membuat proklamator bangsa itu menjadi takut.

"Bung Karno telah meletakkan sejarah baru dalam politik di Indonesia dengan melawan Belanda. Dia tidak mau tunduk pada Belanda yang melarang institusi partai politik yang didirikannya, yaitu Partai Nasionalis Indonesia (PNI)," ujar Megawati dalam orasi ilmiah penganugerahan Doktor Honirus Causa di Universitas Negeri Padang (UNP), Padang, Rabu (27/9/2017).

Akibat perlawanannya itu, Sukarno kemudian dijebloskan ke dalam penjara Banceuy di Bandung, Jawa Barat. Namun begitu,  Soekarno tetap membela kepentingan rakyat Indonesia dalam pembelaannya saat menghadapi persidangan di Landraad, Bandung pada tahun 1930.

"Masuk penjara Banceuy, disitulah Bung Karno menulis pembelaan politik yang pada waktu itu menggetarkan dunia. Itu bukan Pledoi atas nama pribadi atau partai, gugatan itu atas nama rakyat indonesia," ucap Megawati.

Karena pemikiran dan gagasannya, banyak yang menganggap Bung Karno sebagai manusia yang melampaui zamannya.

Tak heran, dunia sangat menghargai kiprah Bung Karno. Itu dibuktikan, salah satunya dengan banyaknya gelar Doctor Honoris Causa (HC) yang diterimanya. 

"Sepajang hidupnya Bung Karno dianugerahi 26 Doctor Honoris Causa, dia diakui memiliki wawasan berbagai cabang keilmuan yang luar biasa. Sejumlah Universitas seperti Columbia University, Al-Azhar Kairo dan Universitas di Berlin Jerman menganugerahkan doktor kepada Bung Karno," kata Megawati menandaskan. 

2 dari 2 halaman

Indonesia Menggugat

Dalam pembelaanya, Bung Karno menjelaskan keadaan politik internasional dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajah.

Pidato pembelaan ini kemudian menjadi suatu dokumen politik menentang kolonialisme dan imperialisme yang berjudul 'Indonesia Menggugat'. 

"Bukan hanya kritik pemerintah Belanda, gugatan itu dilakukan juga kepada imprealisme di banyak negara. Beliau berkreasi secara fisik tidak bisa. Maka dia banyak membaca literatur," ucap Megawati.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â