Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan sudah bertemu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Apakah pertemuan tersebut membahas soal isu penyelundupan 5 ribu senjata api seperti yang disampaikan Jenderal Gatot?
Pertemuan dilakukan semalam di Bandara Halim Perdanakusuma, selepas mengunjungi warga terdampak erupsi Gunung Agung, Bali.
Baca Juga
"Sudah bertemu saya (Jokowi) di Halim. Sudah dijelaskan," kata Jokowi di JCC, Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Advertisement
Disinggung mengenai pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menyebut ada lembaga negara non-militer yang akan menyelundupkan 5 ribu senjata api, Jokowi mengatakan hal itu sudah dijelaskan Menko Polhukam Wiranto beberapa hari lalu.
"Saya kira penjelasan dari Menko Polhukam sudah jelas. Saya kira tidak usah saya ulang lagi," kata Jokowi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto meminta agar permasalahan pembelian senjata yang diungkap Jenderal Gatot tidak diperpanjang. Ia menegaskan, ini hanya permasalahan kurang komunikasi dari TNI dan Polri.
"Masalah ini tidak perlu dipolemikkan, ada satu komunikasi yang belum tuntas, itu saja," ujar Wiranto di Kantor Kemenkopolhukam Jakarta, Minggu (24/9/2017).
Dia menjelaskan, Gatot merasa bahwa perlu perizinan dari Mabes TNI karena standar TNI, tetapi ternyata senjata yang dipesan non standar TNI. Oleh karena itu, kata Wiranto, izin cukup dari Mabes Polri.
"Maka hanya komunikasi yang perlu disambungkan, dan setelah disambungkan tidak ada masalah, selesai," kata dia.
Menurutnya, senjata yang dipesan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) ini sebanyak 500 untuk kepentingan sekolah intelijen.
"500 pucuk untuk kepentingan sekolah inteljen. Senjata jenis modifikasi dari standar TNI, jadi bukan standar TNI dan pembuatannya dari Pindad," ujar Wiranto.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pesanan untuk Pendidikan BIN
PT Pindad membenarkan pihaknya menerima pesanan senjata api yang dipesan Badan Intelijen Negara (BIN). Jumlah yang dipesan tidak mencapai ribuan, tapi 517 unit.
"Betul, kontraknya untuk 517 senapan," kata Corporate Secretary PT Pindad, Bayu Fiantoro, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (25/9/2017).
Selain senapan, terdapat juga pemesanan pistol dalam jumlah tersebut. Namun, fungsi kedua jenis senjata api tersebut berbeda.
"Kalau senapan untuk perlengkapan polisi khusus mereka (BIN), kalau pistol ada untuk pendidikan," beber Bayu.
Adapun izin pengadaan yang tertuang dalam kontrak tersebut adalah berasal dari Polri. Itu karena BIN sebagai lembaga sipil dan tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin pengadaan dan penggunaan senjata api.
"Kontraknya kerja sama dengan Polri," jelas Bayu.
Mengenai spesifikasi senjata api, Bayu tidak merincinya. "Pokoknya berbeda dengan yang dimiliki senjata TNI-Polri," kata Bayu.
Advertisement