Sukses

Bareskrim Polri Tetapkan 5 Tersangka Baru Korupsi BPD Papua

Dalam waktu dekat, kelima tersangka korupsi pemberian kredit BPD Papua akan dipanggil dan diperiksa oleh penyidik.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri kembali menetapkan sejumlah tersangka atas kasus dugaan korupsi pemberian kredit Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua tahun 2008-2013.

Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Indarto mengatakan, ada lima orang yang telah berstatus tersangka pada Senin 25 September 2017.

"Kelima tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT Sarana Bahtera Irja (SBI)," kata Indarto dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (28/9/2017).

Kelima tersangka itu adalah Achmad Darmadi, Andang Ajiyoso, Parwoto Kristianto, Kondo, dan Haedar. Mereka merupakan para Kepala Cabang BPD Papua di Kalimana periode 2008 sampai 2013.

Indarto menuturkan, mereka berperan mencairkan dana pinjaman dari BPD Papua kepada debitur PT Sarana Bahtera Irja (SBI) sejak 2008.

"Ada sekitar 12-16 perjanjian kredit yang mereka cairkan ke PT SBI ini. Makanya mereka kami persalahkan atas kredit sewaktu periode mereka menjadi Kepala Cabang," terang Indarto.

Indarto memastikan dalam waktu dekat, kelima tersangka akan dipanggil dan diperiksa oleh penyidik.

"Pasti diperiksa. Sekarang mereka sudah kami cegah bepergian ke luar negeri," tambah Indarto.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Penahanan

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menahan mantan Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua, Johan Kafiar.

Johan merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sarana Bahtera Irja tahun 2008-2014.

"Benar, telah dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan," kata Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Indarto saat dihubungi di Jakarta, Kamis 13 Juli 2017.

Indarto mengatakan, kasus pemberian kredit ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga menimbulkan kerugian negara. Kerugian keuangan negara mencapai Rp 270 miliar.