Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Cilegon Iman Aryadi keluar dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mengenakan rompi oranye yang biasa dipakai oleh tersangka korupsi. Dia diduga menerima suap untuk memuluskan izin Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan pusat perbelanjaan di Cilegon, Banten.
Seperti ditayangkan Kopi Pagi dalam Liputan6 Pagi SCTV, Minggu (1/10/2017), KPK menyita uang Rp 1,152 miliar sebagai bagian dari total kesepakatan uang suap Rp 1,5 miliar. Modus yang dilakukan juga terbilang baru, yaitu dengan menggunakan CSR perusahaan yang memberikan dana pada klub sepak bola Cilegon United sebagai sarana untuk menerima suap.
Jika mengikuti hitung-hitungan Menteri Dalam Negeri, Iman Aryadi adalah kepala daerah ke-79 yang ditangkap KPK.
Advertisement
Seolah tak kunjung jera, kepala daerah terus melakukan praktik korupsi untuk memperkaya diri. Hanya dalam hitungan hari setelah Bupati Cilegon Iman Aryadi ditangkap, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka.
Rita disangka menerima gratifikasi berkaitan dengan jabatannya sebanyak 775 ribu dollar Amerika Serikat atau Rp 6,97 miliar. Bupati dua periode itu menerima gratifikasi terkait perizinan pekrkebunan kelapa sawit pada PT Sawit Golden Prima.
Sepanjang Januari 2017 hingga September 2017, tercatat tujuh kepala daerah dari gubernur, wali kota, hingga bupati yang terjerat kasus korupsi. Pada September saja ada empat kepala daerah jadi tersangka. Mereka adalah Bupati Batubarara Arya Zulkarnaen, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Wali Kota Cilegon Iman Aryadi, dan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Di tahun 2017 kepala daerah yang tersangkut korupsi meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada 2016, tercatat empat kepala daerah yang sebagian di antaranya telah divonis majelis hakim PN Tipikor.
Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), 90 persen kasus korupsi terjadi di daerah. Salah satunya akibat biaya politik yang sangat mahal saat pencalonan menjadi kepala daerah.
Sementara itu, langkah KPK memberantas korupsi mendapat reaksi dari sejumlah pihak. Reaksi paling brutal adalah serangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan pada April lalu.
Mata Novel disiram air keras usai salat subuh hingga mengalami kerusakan. Meski kasus ini sudah setengah tahun berlalu, polisi tidak kunjung mampu menangkap pelaku penyerangan itu.
Anggota DPR juga membuat Pansus Hak Angket terhadap KPK. Sejumlah pihak ditemui pansus termasuk para koruptor di Lapas Sukamiskin, Bandung, yang menjadi lawan KPK.
Pendukung pansus menyebut pembentukan Pansus Angket untuk memperkuat KPK. Tetapi, para penggiat antikorupsi justru menilai pansus untuk melemahkan lembaga antirusuah itu.
Tak hanya itu, perlawanan terhadap KPK juga dilakukan Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi E-KTP dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara Setya Novanto sendiri terbaring di RS Jatinegara Premier, Jakarta Timur.
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto akhirnya memenangkan gugatannya atas KPK dan tidak lagi menyandang status tersangka.