Sukses

Respons Setya Novanto Usai Menang Praperadilan

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Tenggara Ridwan Bae usai menengok Setya Novanto di RS Premier, Jatinegara.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto telah menerima putusan praperadilan terkait pembatalan status tersangkanya terkait kasus e-KTP. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Tenggara Ridwan Bae usai menengok Novanto di RS Premier, Jatinegara, Jakarta Timur.

"Oh, sudah (tahu menang di putusan praperadilan). Ya dia paling hanya mengucapkan pengadilan begitu keputusannya," ujar Ridwan di RS Premier Jakarta, Senin (2/10/2017).

Menurut dia, selama ini, Setya Novanto tidak pernah membicarakan soal kasus yang menimpanya.

"Mungkin dia (Novanto) tidak pernah membayangkan menang, ini pandangan saya, karena beliau tidak pernah menyinggung soal itu lebih jauh, tidak membicarakan itu," ucap Ridwan.

Dia pun sempat mengucapkan selamat kepada Ketua DPR itu usai berbincang soal praperadilan kemarin. Ucapan tersebut, lanjut dia, disambut dengan ucapan terima kasih dari Setya Novanto.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Pertimbangan Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto, tersangka kasus korupsi e-KTP. Penetapan tersangka terhadap Setya Novanto oleh KPK dinyatakan tidak sah oleh hakim.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang praperadilan yang berlangsung di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat sore (29/9/2017).

"Mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya dalam pokok perkara mengadili mengabulkan permohonan praperadilan sebagian, menyatakan penetapan status tersangka Setya Novanto adalah tidak sah, memerintahkan pada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto, membebankan biaya perkara untuk pemohon sebesar nihil," ucap Hakim Tunggal Cepi Iskandar, membacakan putusannya.

Ada sejumlah pertimbangan yang dibacakan oleh Cepi dalam sidang praperadilan Setya Novanto.

Di antaranya adalah penetapan tersangka Setya Novanto tidak sesuai prosedur sebagaimana KUHAP, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan referensi lainnya.

"Hakim berpendapat, penetapan tersangka di samping dua alat bukti juga ada pemeriksaan calon tersangka pada di akhir penyidikan, bukan di awal penyidikan," kata Hakim Cepi.

"Bahwa untuk menetapkan tersangka, penyelidik dan penyidik harus menghindari tergesa-gesa, kurang cermat yang sering kali tergelincir harkat martabat manusia seperti masa lalu," sambung Hakim Cepi.

Selain itu, Hakim Cepi juga menyebut surat perintah penyidikan dengan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017 tidak sah.

Hakim Cepi menilai, alat bukti yang digunakan oleh penyidik KPK dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka merupakan alat bukti dari hasil pengembangan tersangka lain, yaitu Sugiharto dan Irman.

Ia pun menimbang bahwa alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.

"Menimbang setelah dicermati dari alat bukti yang dimiliki pemohon, tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah," terang Cepi.

Hakim Cepi menambahkan, proses pemeriksaan calon tersangka dapat mencegah terjadinya pelanggaran harkat martabat seseorang yang sesuai dengan hak asasi manusia dan perlakuan sama di muka hukum serta asas praduga tak bersalah.

"Menimbang dari hal-hal tersebut bahwa dengan penetapan tersangka di akhir penyidikan, maka hak-hak calon tersangka dapat dilindungi, untuk mengetahui apakah bukti itu valid apa tidak," kata Cepi.