Sukses

Jokowi, Gatot, dan Politik TNI

Dalam momen HUT TNI, Jokowi dan Gatot kembali menegaskan tentang sikap politiknya.

Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-72 Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah digelar pada 5 Oktober 2017 kemarin. Ribuan warga membludak dan memenuhi area Dermaga Kiat Indah, Cilegon, Banten, tempat berlangsungnya peringatan tersebut.

Kondisi ini membuat arus lalu lintas di sekitar kawasan itu menjadi mampet. Tak pelak, ini berpengaruh terhadap perjalanan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menuju lokasi acara. Akhirnya, Jokowi pun harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk sampai di Pelabuhan Indah Kiat, Kota Cilegon.

Namun, ia mengaku tak masalah harus berjalan kaki. Jokowi menganggapnya sebagai olahraga. "Jalan lima belas kilo juga biasa. Hitung-hitung olahraga pagi, enggak apa apa," kata Jokowi, Kamis 5 November 2017.

Menurut Jokowi, keputusan berjalan kaki diambilnya serba mendadak. Ia melihat kemacetan sudah parah. Sementara, ia sudah tak betah menunggu di dalam mobil.

"Tadi saya sudah di dalam mobil 30 menit saya enggak kuat. Saya tanya masih berapa jauh lagi, katanya tiga kilo lagi. Ya sudah saya jalan aja," kata dia.

Dalam momen itu, Presiden Jokowi menjadi inspektur upacara, didampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Sejumlah atraksi parade militer siap ditampilkan dalam perhelatan ulang tahun TNI ini. Seperti, aksi drama kolosal menampilkan perjuangan TNI saat masa-masa merebut kemerdekaan.

Setelah itu, berturut-turut ditampilkan berbagai kemampuan dan atraksi alutsista TNI. Seperti tank Leopard, flypass pesawat Cessna, helikopter Colibri, serta aksi dog fight F-16 dan atraksi dari The Jupiter Aerobatic Team.

 

2 dari 3 halaman

Politik Negara TNI

Perhelatan akbar tersebut dimanfaatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk kembali mengingatkan peran dan posisi TNI. Jokowi menegaskan bahwa TNI tidak boleh masuk ke dalam politik praktis. Sesuai pesan Jenderal Besar Sudirman, politik tentara adalah politik negara dengan loyalitas untuk bangsa dan negara.

Pidato tentang itu disampaikan Jokowi di hadapan ribuan prajurit TNI. Tampak di belakang Presiden, berbaris Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan tiga kepala staf TNI yakni Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) Jenderal TNI Mulyono, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Ade Supandi, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KASAU) Marsekal Hadi Tjahjanto.

"TNI adalah milik nasional yang ada di semua golongan, yang tidak terkotak-kotak, dan tidak masuk ke politik praktis. TNI selalu menjamin keutuhan dan membangun kesatuan, serta solidaritas antaranak bangsa," ujar Jokowi di Cilegon, Banten.

Politik negara itu, jelas Jokowi, adalah dengan memberikan kesetiaannya hanya kepada rakyat. Selain itu, harus mendukung pemerintahan yang sah.

"Politik dan loyalitas berarti kesetiaan berjuang untuk rakyat, setia pada pemerintah yang sah. TNI adalah milik nasional yang ada di semua golongan, yang tidak terkotak-kotak," ucap Jokowi.

"Saya bangga dan terkesima mendengar sumpah prajurit, sumpah saudara-saudara sekalian untuk setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," imbuh Jokowi.

 

3 dari 3 halaman

Jangan Ragukan TNI

Menanggapi 'keraguan' Presiden Jokowi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa taat dan patuh kepada presiden. Hal itu karena sudah mendarah daging di tubuh TNI. Bahkan, loyalitas ini terangkum dalam Sumpah Prajurit Sapta Marga.

"Saya katakan jangan ragukan lagi kesetiaan TNI," ucap Jenderal Gatot usai peringatan HUT ke-72 TNI, di Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017).

Bahkan, dalam pidato yang sekaligus menutup rangkaian HUT ke-72 TNI, Gatot kembali menegaskan bahwa politik TNI adalah politik negara. Sampai kapan pun TNI akan setia pada NKRI.

"Izinkan saya menegaskan kembali, sekali lagi bahwa sampai kapan pun TNI akan setia dan menjunjung tinggi sumpah prajurit yang tadi disampaikan," tegas Gatot berapi-api.

Gatot menyebutkan, bagi TNI, kecintaan pada NKRI yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila adalah sendi utama, yang melekat erat pada setiap jiwa dan wajah prajurit.

"Pada saat yang sama, saya menegaskan pula bahwa politik TNI adalah politik negara. Politik yang diabdikan bagi tegaknya kesatuan Indonesia, yang di dalamnya terangkum ketaatan hukum, untuk kepentingan rakyat di atas kepentingan mana pun," kata Panglima TNI.

Anggapan TNI berpolitik praktis mencuat setelah Jenderal Gatot mengungkapkan soal isu pemesanan 5.000 pucuk senjata. Kabar semacam itu dinilai tak elok dipaparkan dalam forum terbuka pada acara temu kangen di Mabes TNI, Cilangkap, Jumat 22 September 2017.

Menurut Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf, hal tersebut bisa memicu polemik yang memunculkan segala implikasinya. Dia menengarai ada niat lain di balik pernyataan Gatot. Pernyatan itu juga bisa dilihat dari kaca mata politik.

"Ini dimaknai sebagai manuver politik. Karena kita yakin, Panglima paham informasi intel itu bersifat rahasia dan tidak sepantasnya disampaikan pada publik," ujar pengamat militer itu di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Senin 25 September 2017.

Namun begitu, bagi Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK, anggota TNI aktif yang ingin terjun ke politik praktis adalah sah-sah saja. Dengan catatan, dia harus memilih langkah seprti yang dilakukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat maju di pilkada DKI Jakarta.

"Kalau memang mau berpolitik praktis ya keluar dulu, kayak Agus. Bagus itu kan," ucap JK di kantornya, Jakarta, Rabu (4/10/2017).

Dia pun menegaskan, baik PNS ataupun TNI, boleh ikut politik praktis. Namun, dengan catatan harus berhenti.

"PNS boleh memilih, boleh juga dipilih, tapi harus keluar dulu. TNI juga begitu, boleh dipilih tetapi harus keluar dulu, kayak Agus begitu," pungkas JK.

Pendapat berbeda disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dia menilai ucapan yang disampaikan Panglima TNI tidak termasuk bagian dari politik praktis. Sebab, substansi materi yang disampaikan merupakan masih menjadi ranah tanggung jawabnya.

"Kalau saya sih masih melihat dalam satu koridor, ya. Masih ada keterkaitan dengan bidangnya. Kan tidak berbicara tentang politik," ujar Fadli di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/9/2017).

Fadli juga melihat Gatot tidak pernah menyatakan ingin mengikuti pilkada atau pilpres. Sehingga apa yang disampaikan Gatot, menurut Fadli, jauh dari kesan manuver politik.

"Dukungan atau Panglima TNI saya lihat tidak ikut pilkada, tidak ikut ngurusin pemilu atau pilpres, bahkan ada yang lain yang ngurusin, kan gitu. Jadi saya melihat masih dalam koridorlah," kata Fadli.