Liputan6.com, Lampung - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyoroti antusiasme masyarakat yang melamar sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut JK, status PNS bukan menjadi patokan dalam mengukur kesuksesan seseorang.
Tahun ini, 60 kementerian atau lembaga serta pemerintah daerah membuka kesempatan kepada warga untuk mendaftarkan diri mengikuti perekrutan PNS. Badan Kepegawaian Negara mencatat, ada 1.295.925 orang yang mendaftarkan diri dalam momen tersebut.
Baca Juga
"Saya baru lihat, contoh jumlah pegawai negeri yang diterima hanya 25.000, yang melamar lebih dari 2 juta. Artinya yang menang pasti yang bersaing, tapi kemajuan tak berarti seperti itu," kata JK di Institut Teknologi Lampung, Jumat (6/10/2017).
Advertisement
JK menuturkan, kemajuan sebuah negara tak tergantung dengan jumlah PNS yang melimpah ruah. Bahkan sebaliknya, negara akan sulit maju dan mengalami kemunduran.
"Kemajuan tak tergantung banyak PNS-nya, kadang-kadang negara makin sulit maju, karena birokrasi berjalan lambat sekali," jelas JK.
Yang membuat sebuah negara maju, lanjut JK, karena sumber daya manusia yang handal dan memiliki integritas tinggi. Selain itu, juga memiliki pemikiran yang maju.
"Kemajuan bangsa itu karena inovasinya," jelas JK.
Â
Jadi Pengusaha
JK sebelumnya mengungkapkan, ada tiga cara mempersempit jarak ketimpangan sosial antara si miskin dan si kaya. Salah satunya dengan mengalakkan semangat wirausaha.
Saat ini, tutur JK, generasi muda masih mengharapkan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ketimbang pengusaha. Padahal kesempatan menjadi PNS sangatlah kecil. Karena itu, dia ingin mendorong generasi muda menjadi pengusaha.
"Mahasiswa mau jadi apa? Kalau dulu mungkin jadi PNS, sekarang mau nangis jadi PNS juga sudah susah. Karena yang diterima tiap tahun hanya berapa. Sarjana 10 ribu," kata JK.
JK mengatakan, saat ini Indonesia kekurangan pengusaha, karena itu perlu membangun semangat wirausaha di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda.
JK mengungkapkan, sebab Indonesia kekurangan pengusaha ketimbang Tiongkok adalah karena setiap keluarga Tiongkok mendidik keturunannya menjadi pengusaha. Sedangkan di Indonesia, tidak semua keturunan menjadi pengusaha.
"Sederhana sekali, karena pengusaha Tionghoa kalau anak lima, lima-limanya pengusaha. Sedangkan kita ini anak lima, satu jadi pengusaha, PNS, tentara dan sebagainya, sehingga tidak bertambah," papar Kalla.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement