Liputan6.com, Jakarta Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah tiga lokasi di Jakarta dan Manado terkait kasus dugaan suap penanganan putusan perkara korupsi yang menjerat Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono.
"Tim Penyidik KPK lakukan penggeledahan di satu lokasi di Jakarta dan dua lokasi di Manado," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Minggu (8/10/2017).
Baca Juga
Penggeledahan di Jakarta dilakukan di rumah dinas terduga penyuap Kepala Pengadilan Tinggi Manado, yakni Aditya Anugrah Moha di Komplek DPR RI di Kalibata, Jakarta Selatan.
Advertisement
Sedangkan di Manado, dua tim penyidik KPK secara paralel melakukan penggeledahan secara bersamaan di Kantor Pengadilan Tinggi Manado dan Rumah Dinas Sudiwardono.
"Dari tiga lokasi tersebut, penyidik menyita barang bukti elektronik dan dokumen yang terkait dengan proses penanganan perkata tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Marlina Moha Siahaan," kata Febri.
Marlina merupakan ibu dari Aditya yang divonis lima tahun penjara atas tindak pidana korupsi tunjangan penghasilan aparatur pemerintah desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow tahun 2010.
“Selain itu juga dilakukan penyitaan CCTV dan bukti pesan hotel di lokasi indikasi suap terjadi, yaitu di daerah Pacenongan, Jakarta Pusat,” kata Febri.
Tidak Pernah Lapor LHKPN
Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado Sulawesi Utara Sudiwardono diketahui tidak pernah membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Berdasarkan laman acch.kpk.go.id, Sabtu 7 Oktober 2017, tidak ada LHKPN atas nama Sudiwardono yang pernah diserahkan ke KPK, padahal Sudiwardono sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Mataram, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura dan terakhir Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Manado.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.
Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.
Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat struktural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia.(9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
Selain itu, (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek; (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perizinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi
Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan nilai harta kekayaan anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha berdasarkan pelaporan 30 November 2014 adalah sebesar Rp 3,289 miliar.
Saksikan vidio pilihan di bawah ini:
Advertisement