Liputan6.com, Gunung Kidul - Perbukitan Karst Gunung Kidul lingkungan yang kurang mendukung ketersedian sumber air permukaan dalam waktu panjang. Karst atau bebatuan kapur bukan zona yang tak menyimpan daya dukung makhluk di atasnya.
Menyerah pada alam bukan kodrat manusia. Inilah keyakinan yang dimiliki AS Asintyasunyata Speleological Club komunitas para pecinta kesunyian gua.
Berteman sunyi dan pengapnya rongga bumi jelas bukan tempat bagi manusia bernyali kecil. Tim ASC memetakan lorong demi lorong guna mengetahui seberapa besar potensi air yang sangat dibutuhkan masyarakat Gunung Kidul.
Advertisement
Gersang di permukaan kondisi perut bumi di Gunung Kidul sejatinya terdiri dari ratusan lorong dan rongga. Celah-celah yang menyimpan cadangan air baku bahkan sungai bawah tanah yang belum terjamah secara maksimal.
Keyakinan warga sekitar tentang gua masih diselimuti mitos. Hanya sedikit gua penyimpan air yang sudah dimanfaatkan masyarakat sekitar.
Pule Jajar. Gua yang mengusik perhatian para speleolog atau penggiat susur gua sejak 10 tahun silam perlahan mitos keangkeran gua terkikis.
Perlahan mulai memahami prosedur keamanan dan keselamatan susur gua warga mengambil risiko menyusuri lorong gelap Pulejajar. Didampingi Speleolog ASC warga tak ragu lagi mengeksplorasi perut bumi.
Sejak dua tahun lalu dengan dana swadaya air terjun sakses dikeluarkan dari Gua Pulejajar. Hal ini membuka lebar keran harapan masyarakat sekitar bahwa air bersih bakal menyambangi permukiman.
Tak ada yang istimewa kecuali semangat dan dedikasi. Air bersih dikeluarkan memanfaatkan beda ketinggian saluran masuk sebesar 19 meter dari mulut gua alias murni bermodal gravitasi.
Keterbatasan dana membuat air belum bisa langsung mengalir ke rumah-rumah warga. Saat ini limpahan air dari perut perbukitan tandus itu baru bisa ditampung dekat ladang warga. Namun begitu ini torehan berharga dari pemenuhan salah satu kebutuhan hakiki manusia.