Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 16 kota/kabupaten di Jawa Barat pada 2018 akan melaksanakan pilkada serentak. Selain itu, Provinsi Jawa Barat juga akan melangsungkan pemilihan calon gubernur.
Kapolda Jawa Barat Irjen Agung Budi Maryoto memastikan pihaknya sudah memetakan potensi kerawanan saat pilkada serentak 2018.
Yang pertama, kata Agung, adalah potensi penyebaran informasi bohong atau hoax di media sosial sehingga menimbulkan pengerahan massa dari satu pasangan calon kepala daerah.
Advertisement
"Kemarin ada surat keputusan bodong dari salah satu parpol, sehingga sempat memobilisasi massa pendukung ke pusat. Ini semua harus segera diatasi," kata Agung di sela-sela acara Apel Kasatwil, Akademi Kepolisian, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (10/10/2017).
Agung menambahkan, potensi kerawanan lainnya adalah pengerahan aparatur sipil negara (ASN) di pilkada kabupaten atau kota yang melaksanakan pilkada.
Berdasarkan informasi dan pengalaman sebelumnya, calon incumbent diduga menggerakkan para PNS untuk ikut kegiatan politik.
"Itu enggak boleh. Kalau ada paslon lain yang memonitor, itu bisa jadi potensi konflik," ucap Agung.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Indikasi Mobilisasi Massa
Kemudian, ucap Agung, ada juga potensi mobilisasi ormas dan buruh serta komunitas sepeda motor. Selain itu, Agung mengatakan, ada juga mobilisasi massa dari satu daerah ke daerah lainnya yang melaksanakan pilkada.
"Misalnya Kabupaten Bogor dengan Depok. Itu dapat diindikasikan bisa memobilisasi masyarakat yang di Bogor pindah ke Depok atau sebaliknya. Itu karena sampai sekarang, ada 3 juta penduduk yang enggak punya KTP elektronik," kata Agung.
Oleh karena itu, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri ini memastikan, pihaknya akan berkoordinasi dengan TNI dan aparat Pemda Jabar untuk mengantisipasi potensi kerawanan tersebut.
"Saya sudah sampaikan ke seluruh parpol. Kalau di Pilgub Jabar nanti muncul tiga paslon, massa akan terpolarisasi dalam tiga kelompok masyarakat. Tapi itu legal," tandas Agung.
Advertisement