Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan warga untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta. Putusan MA itu ditetapkan pada Selasa 10 Oktobe 2017 dan memerintahkan Pemprov DKI Jakarta memutuskan kontrak pengelolaan air oleh yaitu PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengaku Pemprov DKI belum bisa mengambil alih pengelolaan air di Jakarta dari dua operator Aetra dan Palyja dalam waktu dekat.
Baca Juga
"Enggak (bisa) karena ada perjanjian-perjanjian," kata Djarot di kawasan Ancol, Kamis (12/10/2017).
Advertisement
Kontrak investasi antara Pemprov dengan kedua operator diketahui berakhir pada Februari 2023. Yang bisa Pemprov lakukan saat ini, kata Djarot, adalah mengadakan pertemuan antara PAM Jaya, Aetra, dan Palyja.
"PAM nanti ketemu Aetra sama Palyja nanti solusinya gimana. Tapi yang jelas begini, UU mengatakan bahwa air segala macam itu dikuasai negara, Pasal 33 ayat 3, sebesar besar untuk kepentingan rakyat. Makanya perlu ketemu," jelas dia.
Pemprov DKI, kata Djarot, sejak 2013 ingin mengakuisisi Aetra dan Palyja. Namun hal itu masih terbentur dengan perjanjian kontrak.
"Karena memang prosesnya mau kita ambil alih, tahun berapa 2013-2014, kita masukkan ke Jakpro masih belum ada nego, belum ada deal. Makanya ketiga, saya suruh ketemu," ucap Djarot.
Komentar PAM Jaya
Sementara itu, PAM Jaya selaku BUMD pengelola air di Jakarta enggan menanggapi putusan tersebut. Pihaknya masih akan mempelajari putusan tersebut.
"Kami mempelajari poin-poinnya. Formalnya, saya dan Pemprov DKI harus mengadakan rapat mengevaluasi point by point sebelum menentukan sikap. Kenapa begitu, karena kita sudah tidak termasuk dalam pihak yang banding," kata Dirut PAM Jaya Erlan Hidayat Erla.
Saat ini, lanjut dia, baru dapat memastikan bahwa pada 2023 nanti, PAM Jaya pasti bisa mengambil alih dan menjadi operator pengelola air minum di Jakarta.
"Dengan catatan semua proyek bisa kita bangun. Kalau kontrak 2023 berakhir," tegas dia.
MA sebelumnya memutuskan bahwa Pemprov DKI telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta. Hal itu terwujud dalam pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) 6 Juni 1997 yang diperbarui pada 22 Oktober 2001 yang berlaku hingga saat ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement