Sukses

HEADLINE: Lambaian Tangan Terakhir Djarot di Balai Kota

Sabtu ini Djarot masih datang ke Balai Kota. Dia akan dilepas resmi dan menaiki kereta kencana saat meninggalkan kantor gubernur tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Jumat, 13 Oktober 2017 menjadi hari terakhir Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat berkantor di Balai Kota Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Namun, tak ada alasan bagi Djarot untuk bersantai atau mengendorkan aktivitas. Masih ada kegiatan yang menantinya, baik di Balai Kota maupun di luar kantor.

Pantauan Liputan6.com, Djarot keluar dari rumah dinas gubernur di Jalan Taman Suropati 7, Menteng, Jakarta Pusat, sekitar pukul 07.40 WIB. Menumpangi Toyota Land Cruiser, Djarot didampingi sang istri, Happy Farida, meninggalkan rumah dinas diikuti dua mobil ajudan. Tak ketinggalan dua sepeda motor dari Dinas Perhubungan DKI yang mengawal di depan dan belakang rombongan.

Agenda pertama pagi ini adalah menuju Kompleks Marinir Cilandak, Jakarta Selatan, untuk meresmikan RPTRA KKO. Selain itu, Djarot juga akan menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja, serta serah terima peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

Usai mengikuti kedua agenda itu, selesai pula kegiatan Djarot di luar kantor. Peresmian RPTRA KKO menjadi penanda selesainya tugas resmi Djarot sebagai Gubenur DKI sejak mulai bertugas sebagai Plt Gubernur pada Rabu, 10 Mei 2017 dan dilantik Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Kamis, 15 Juni 2017 di Istana Negara, Jakarta.

"Ini agenda kita yang terakhir, dan Jumat ini saya akan selesaikan semua surat yang perlu keputusan segera. Hari ini, kami selesaikan semua surat, sehingga tidak ada lagi tanggungan. Saya perintahkan hari Sabtu sama Minggu bersih, tidak ada lagi (disposisi surat)," kata Djarot di kawasan Cilandak, Jumat siang.

Rencananya, usai dari Cilandak, mantan Wali Kota Blitar itu akan menuju Balai Kota untuk membereskan dokumen serta melaksanakan salat Jumat. Yang jelas, Djarot yakin tak akan bisa konsentrasi bekerja di Balai Kota pada hari terakhir ini.

"Saya yakin di kantor banyak sekali orang. Mungkin habis salat Jumat itu saya minta ajudan bawa saja pulang, berapa koper bawa pulang. Sebab kalau di kantor itu maaf enggak bisa terus ya, kadang ada tamu, ada foto-foto. Saya minta rapikan, habis salat Jumat beresin semuanya," ucap dia.

Benar saja, ketika Djarot tiba di Balai Kota sekitar pukul 10.30 WIB, puluhan warga telah menunggu sejak pagi. Namun, Djarot memutuskan untuk masuk ke ruang kerjanya membereskan berbagai dokumen. Lama berada di ruang kerjanya, dia kemudian terlihat keluar untuk menunaikan salat Jumat.

Sementara itu, di depan Balai Kota Jakarta, puluhan warga yang sudah datang sejak pagi tetap tak beranjak. Mereka menunggu Djarot di hari terakhirnya bekerja di Balai Kota.

"Mau foto dengan Pak Djarot dan wisata bunga-bunga," kata Setiawati, warga Kedoya, Jakarta Barat, saat ditanyakan tujuannya ke Balai Kota.

Keinginan Setiawati dan warga lain akhirnya terpenuhi ketika usai salat Jumat, terlihat di selasar Balai Kota ada pergerakan mobil dinas Djarot. Langsung saja mereka mengerubungi politikus PDIP itu untuk berfoto bersama sekaligus mengucapkan terima kasih.

"Barakallah, terima kasih atas semuanya, sukses ya, Pak," ujar warga yang umumnya para ibu itu.

"Terima kasih, terima kasih," ucap Djarot sambil menyalami mereka satu per satu.

Sekitar pukul 13.00 WIB, Djarot menaiki mobil dinas. Diiringi lambaian tangan warga, Djarot yang membuka kaca mobil membalas lambaian itu dan berlalu dari pelataran Balai Kota Jakarta menuju rumah dinas.

Menjelang petang, Balai Kota Jakarta makin sepi dari kerumunan warga. Yang bertahan hanya deretan ratusan karangan bunga ucapan perpisahan dan terima kasih untuk Djarot yang berdatangan sejak awal pekan lalu.

Sabtu, 14 Oktober 2017, Djarot masih akan datang ke Balai Kota, Namun, dia tak akan lagi masuk ke ruang kerja, karena tugas resminya sebagai Gubernur sudah berakhir. Sabtu pagi adalah acara perpisahan. Djarot akan dilepas secara resmi dan menaiki kereta kencana saat meninggalkan Balai Kota.

2 dari 3 halaman

Nyanyian dan Air Mata di Hari Pertama

Rabu, 10 Mei 2017, Balai Kota Jakarta disesaki warga. Sekitar seribu warga yang berdatangan sejak pagi tampak berkumpul dan memerahkan Balai Kota dengan atribut yang mereka kenakan. Tuan rumah sendiri belum terlihat tiba.

Sejumlah atribut menghiasi Balai Kota. Di antaranya balon, spanduk bertuliskan Ahok-Djarot, dan ratusan karangan bunga yang sudah memenuhi kawasan gedung tempat Gubernur DKI Jakarta berkantor tersebut. Sementara warga yang hadir terlihat kompak mengenakan pakaian berwarna merah.

Hari itu memang istimewa bagi kerumunan warga di Balai Kota, karena Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat akan berkantor untuk pertama kalinya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta.

Sehari sebelumnya, Selasa petang, Djarot sudah dilantik Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta di Balai Agung, kompleks Balai Kota Jakarta. Sepanjang acara pelantikan, nyaris tak ada senyum di wajah Djarot.

Djarot menggantikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang harus berhenti setelah divonis dua tahun penjara dalam kasus penodaan agama. Mulai Rabu pagi itu, semua tanggung jawab dan permasalahan di Ibu Kota beralih kepada Djarot.

Sembari menunggu kedatangan Djarot di Balai Kota, musisi dan komposer Addie MS yang menjadi inisiator penyambutan Djarot mengajak warga untuk menyamakan suara menyanyikan sejumlah lagu perjuangan yang nantinya dibawakan saat Djarot tiba di Balai Kota.

Plt Gubernur DKI Djarot Syaiful Hidayat bergabung bersama musisi Addie MS dan warga menyanyikan lagu nasional di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (10/5). Aksi ini sebagai dukungan terhadap Ahok yang divonis 2 tahun penjara (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sekitar pukul 07.40 WIB, sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Djarot datang dan menuju ruang kerjanya. Setelah bertemu dengan Addie MS di ruang kerjanya, Djarot kemudian keluar ruangan menemui warga yang menunggu.

Addie MS kemudian mengambil inisiatif memimpin warga untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, Padamu Negeri, Rayuan Pulau Kelapa, dan Garuda Pancasila. Mata Djarot terlihat berkaca-kaca saat menyanyikan lagu-lagu tersebut. Warga pun bernyanyi.

Tidak lupa, Djarot juga mengajak warga yang telah memerahkan Balai Kota itu untuk memberi hormat kepada Sang Saka Merah Putih. Dalam suasana emosional tersebut, sesekali terdengar teriakan dari warga yang menyerukan nama Ahok.

"Hidup Ahok! Hidup Ahok!" teriak mereka.

Sesaat setelah itu, suasana hening ketika Djarot memulai untuk berpidato. Djarot mengaku terharu dengan berbagai dinamika yang belakangan ini terjadi.

"Sungguh pagi ini merupakan satu kejutan bagi kita bersama, bahwa setelah melalui berbagai peristiwa. Saudara-saudara pada pagi hari ini berkumpul di sini dengan tertib, damai, dengan wajah-wajah penuh optimisme untuk menatap ke depan," kata Djarot dengan suara terbata-bata.

"Bukan, saya bukan sedih, tapi terharu. Ini sebetulnya hari pertama saya masuk sebagai Plt, kemudian disambut dengan semangat nasionalisme," ujar Djarot.

Djarot kemudian menyeka air mata dengan sapu tangan sebelum menceritakan pertemuan dirinya dengan Ahok pada malam sebelumnya. Dia juga menyampaikan pesan Ahok untuk para pendukungnya.

"Tadi malam saya bertemu Pak Ahok. Saya berdiskusi dengan Pak Ahok dan Beliau berpesan pada saya, yang harus saya sampaikan pada kalian, bahwa kita menghormati, kita menghargai apa pun yang jadi keputusan majelis hakim," tegas Djarot dengan suara tertahan.

Pada kesempatan itu, Djarot juga mengatakan tidak akan mengubah kebiasaan Ahok yang selalu meluangkan waktu di pagi hari untuk bertemu warga. Dan itu langsung dibuktikan di hari pertama dia menjabat sebagai Plt Gubernur DKI.

Djarot terlihat melayani antrean foto bersama warga usai penyambutan dirinya. Selain itu, Djarot juga mengubah sistem pelayanan pengaduan warga. Ia ingin warga dilayani sesuai bidang aduannya masing-masing, sehingga lebih tertib dan bisa ditangani dengan baik.

"Kami akan bikin cluster sesuai dengan bidang masing-masing pengaduan. Ada cluster rumpun pendidikan, itu meja sendiri, kemudian kesehatan, perumahan, pelayanan masyarakat, dan masalah-masalah yang sifatnya kompleks, umum, khusus," kata Djarot.

Dia akan memantau setiap proses pengaduan tersebut. Hanya sistem pelayanannya saja yang berubah, tetapi pengaduannya akan tetap dilakukan di pendopo Balai Kota DKI Jakarta seperti yang dilakukan Ahok sebelumnya.

Dan yang pasti, sejak hari itu Djarot tak lagi masuk dari pintu samping, melainkan langsung dari pintu depan Balai Kota untuk menerima aduan warga yang sebelumnya menjadi rutinitas Ahok.

 

3 dari 3 halaman

Sukses dan Gagal di Saat Akhir

Moratorium Reklamasi Dicabut

Tepat sepekan sebelum masa jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta berakhir, Djarot Saiful Hidayat mendapat kabar kalau moratorium pembangunan megaproyek reklamasi teluk Jakarta resmi dicabut oleh Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan.

"Menteri LHK telah mencabut sanksi administratif Pulau C, Pulau D dan Pulau G, karena pengembang telah memenuhi sanksi moratorium dari pemerintah pusat karena masalah analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Atas dasar itulah saya mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017 pada hari Kamis," ujar Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu 7 Oktober.

Dengan surat tersebut maka surat keputusan Menko Maritim pada tahun 2016 yang menghentikan sementara pembangunan reklamasi dicabut.

"Dengan ini diberitahukan bahwa penghentian sementara (moratorium) pembangunan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta (sebagaimana dalam surat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor: 27.1/Menko/Maritim/IV/2016, tanggal 19 April 2016), dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi," demikian kutipan surat tersebut.

Penampakan Pulau Reklamasi C dan D. (Liputan6.com/Delvira Chaerani)

Keputusan ini disambut gembira Djarot yang sejak awal memang mendukung diteruskannya reklamasi di Teluk Jakarta.

"Saya terima kasih. Memang sudah seharusnya dicabut. Kalau enggak boleh, sejak zaman dulu dong enggak boleh, kan sudah sejak tahun 1995, 1997," kata Djarot di Balai Kota Jakarta.

Mantan Wali Kota Blitar itu menyebut, sudah seharusnya moratorium megaproyek reklamasi Teluk Jakarta tersebut dicabut, salah satunya demi menjaga investasi di sana.

"Kan tidak mungkin kami harus mengugurkan itu, sedangkan investasi sedang dilakukan di sana. Ini untuk menjamin semua investasi di Jakarta dan di Indonesia, menjamin ada kepastian (investasi)," ujar Djarot.

Masuk Ancol Gratis Batal

Sayang, keinginan Djarot di akhir masa jabatannya memberi kado istimewa untuk menggratiskan warga masuk kawasan pantai Ancol tak terwujud.

Tepat di hari terakhir dia berkantor di Balai Kota Jakarta, Manajemen PT Pembangunan Jaya Ancol sebagai pengelola menolak permintaan Djarot untuk membebaskan warga masuk kawasan wisata Ancol.

"Dapat dipastikan bahwa gratis masuk Ancol pada 14 Oktober tidak dilaksanakan," kata Rika Lestari selaku Corporate Communication PT Ancol lewat pesan singkat, Jumat (13/10/2017).

Dia melanjutkan, diperlukan waktu panjang untuk mengkaji seluruh aspek yang terdampak terkait masuk gratis, khususnya dari aspek keuangan. Menurut Rika, dengan masuk Ancol gratis, hal yang pertama kali terdampak adalah kinerja perusahaan.

Selain itu, sebagai perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa efek, pihaknya perlu memperhatikan aturan-aturan yang berlaku di pasar modal. "Khususnya terkait transaksi material dan benturan kepentingan," ujar Rika.

Warga menikmati suasana Pantai Ancol, Jakarta, Rabu (6/9). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, menetapkan kawasan Ancol sebagai lokasi perlombaan olahraga perahu layar dan jetski Asian Games 2018. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Di samping itu, Rika menegaskan, pihaknya juga harus memperhatikan kepentingan para pemegang saham, baik mayoritas dan minoritas. "Ya, harus memperhatikan pemegang saham," Rika memungkasi.

Padahal, usai bertemu Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol di Balai Kota, Djarot menyebut pihak Ancol sepakat untuk melakukan uji coba tiket gratis mulai Sabtu 14 Oktober 2017.

"Ini ada Direksi Ancol. Saya bilang dikaji betul kebijakan kita membebaskan pengunjung Ancol. Saya minta 14 Oktober uji coba dimulai, gratis untuk orang yang masuk," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Selasa 3 Oktober 2017.

Djarot menyatakan, masa uji coba gratis masuk Ancol akan berlaku selama enam bulan. Namun, harapan Djarot terpental di saat kewenangannya sebagai Gubernur Jakarta tak ada lagi.

Jokowi-Djarot Saling Terkait

Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai apa pun yang dikerjakan Gubernur Djarot selama lebih kurang enam bulan terakhir, tak bisa dilepaskan dari periode kerja sejak era Gubernur Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama, Plt Sumarsono hingga Djarot.

"Semuanya saling terkait, apa yang sudah dilakukan Pak Djarot justru diawali Pak Jokowi," ujar Nirwono Joga saat dihubungi Liputan6.com, Jumat 13 Oktober 2017 malam.

Dia mencontohkan soal penanganan masalah banjir di Ibu Kota. Semuanya diawali Jokowi dengan merevitalisasi waduk, di antaranya Waduk Pluit dan Waduk Ria Rio. Namun, upaya itu terhenti pada 2015.

"Sejak era Pak Ahok, revitalisasi waduk terhenti, padahal masih ada puluhan waduk lain, ini sangat disayangkan. Tapi, Pak Ahok kemudian aktif membenahi sungai," jelas Nirwono.

Masih soal penanganan banjir dan pengelolaan lingkungan, dia melihat ada cara berpikir yang salah selama periode 2012-2017. Hingga berakhirnya masa tugas Djarot, Ibu Kota baru memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sekitar 9,98 persen, 25 taman kota yang baru serta 287 RPTRA.

"Ini menandakan bahwa RTH belum jadi isu utama untuk penanggulangan banjir, seolah membangun RPTRA sama dengan membuat taman kota," ujar Nirwono.

Cara berpikir inilah yang menurut dia harus diubah. RPTRA harus dilihat sebagai tempat yang lebih berfungsi secara sosial, dan tak bisa disamakan dengan taman kota atau RTH yang secara fungsional lebih dekat untuk penataan lingkungan, seperti mencegah banjir.

Kesalahan itu pula yang dia lihat ketika moratorium reklamasi di Teluk Jakarta dicabut saat akan berakhirnya kepemimpinan Gubernur Djarot. Pada akhirnya, ini akan menjadi pertaruhan bagi kepemimpinan baru di tangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

"Saya yakin soal reklamasi ini akan ditagih publik usai Anies-Sandi dilantik dan akan mempengaruhi program Anies-Sandi selama lima tahun ke depan jika hasilnya tidak sesuai dengan janji kampanye," tegas Nirwono.

Dia beralasan, salah satu faktor Anies-Sandi mendulang suara saat Pilkada DKI adalah karena pasangan ini menolak reklamasi. "Ini masalah komitmen awal, bisa tidak janjinya dipegang?" pungkas Nirwono Joga.

 

Â