Sukses

Komisi III Rapat Bareng KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung

Ketua Komisi III DPR mengatakan rapat ini merupakan koordinasi antara aparat penegak hukum dalam hal penanganan tindak pidana korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR mengadakan rapat gabungan dengan institusi penegak hukum yang menjadi mitranya. Oleh karena itu, mereka mengundang Pimpinan KPK, Kapolri, dan Jaksa Agung.

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan rapat ini merupakan koordinasi antara aparat penegak hukum dalam hal penanganan tindak pidana korupsi atau tipikor.

"Selama 15 tahun KPK berdiri, kita belum melihat kemajuan yang signifikan dalam menekan perilaku koruptif bahkan sebaliknya makin masif," ujar pria yang karib disapa Bamsoet ini di Jakarta, Senin (16/10/2017).

Menurut dia, masyarakat tentunya ingin pemberantasan korupsi tidak hanya menghasilkan kegaduhan dan festivalisasi. Tapi juga hasil nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, bisnis, dan kesejahteraan masyarakat.

Ini sekaligus mengkritisi pola pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Dia menilai pola KPK justru kontraproduktif bagi pembangunan nasional.

"Banyak dana mengendap di bank-bank daerah karena para pimpro, kepala daerah, dan kementerian terkait tidak berani mengeksekusi berbagai program pembangunan kerena takut dipenjarakan KPK. Mereka tidak berani menggunakan diskresi dan kewenangannya," ucap Bamsoet.

Begitu juga para pengusaha menghadapi dilema luar biasa. Karena itu, lanjut dia, pola KPK tersebut akan dievaluasi dan bicarakan dengan para pemangku kepentingan penegak hukum yaitu Jaksa Agung, Kapolri dan Pimpinan KPK.

"Harus ada keselarasan dalam merealisasikan agenda pemberantasan korupsi. Kita tidak ingin agenda pemberantasan korupsi dibajak untuk kepentingan sekelompok golongan, politik, kekuasaan maupun ekonomi dengan berbagai turunannya," kata Bamsoet.

Kata KPK

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, operasi tangkap tangan dilakukan karena tidak gampang membawa seseorang ke depan pengadilan. Oleh sebab itu, KPK tetap melakukannya walaupun banyak kritikan soal pola tersebut.

"Kemarin saya bilang, yang banyak buktinya saja, kami dipraperadilankan. Jadi, kalau sudah cukup bukti, itu adalah proses penegakan keadilan," jelas Saut di sela acara Ngamen Antikorupsi di pelataran parkir Stasiun Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu 14 Oktober 2017 malam.

Dia mengatakan, tokoh atau pejabat negara yang terkena OTT KPK sebenarnya merupakan orang-orang yang berpendidikan dan pintar. Oleh karena itu, dia mengharapkan kepada orang-orang yang sudah pintar dan jenjang kariernya sudah baik agar menjaga integritasnya.

"KPK sudah masuk ke semua daerah. Semua daerah yang (kepala daerahnya) ditangkap-tangkap itu, kami sudah pernah masuk, ngobrol dari hati ke hati agar menjaga integritasnya," ucap Saut.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Densus Tipikor

Karena, lanjut Bamsoet, kita tahu jika proses penanganan dan penindakan tindak pidanan korupsi rawan hangki pangki. Mulai dari pengaduan masyarakat (dumas), penyadapan, penyidikan hingga penuntutan, dan pengamanan barang bukti atau barang sitaan.

"Terkait rencana penuntutan satu atap dengan Densus Tipikor, sebenarnya tidak persis demikian yang dimaksudkan Kapolri," tuturnya.

"Jaksa tidak dimasukkan dalam satu atap penuntutan seperti di KPK, tapi cukup memanfaatkan satgasus penututan dari jaksa-jaksa terpilih untuk menangani kasus-kasus dari Densus Tipikor Polri sehingga tidak dibutuhkan Undang-undang baru," sambung dia.

Bamsoet juga menilai tidak ada masalah dengan anggaran Densus Tipikor milik Polri ini. Menurutnya, Komisi III DPR sudah menyetujuinya.

"Densus Tipikor penting, agar ke depannya KPK lebih fokus pada penanganan kasus-kasus tipikor besar yang tidak bisa ditangani polri dan kejaksaan," terangnya.

Dia menilai, dengan anggaran operasional yang besar, gaji yant g besar, kewenangan dan fasilitas yang luar biasa, wajar kalau KPK tangani kasus-kasus sulit.

"Kalau OTT dan yang ecek-ecek biarkan Densus Tipikor, Polri, dan kejaksaan yang menangani. Jadi tidak seperti sekarang ini, seperti nembak nyamuk pakai meriam. Gaji jaksa dalam Satgasus setara dengan gaji jaksa yang bertugas di KPK," jelas Bamsoet.