Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan enggan menanggapi pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri yang ditujukan kepadanya. Pelaporan itu terkait penyebutan kata "pribumi" saat pidato politiknya di Balai Kota, Jakarta.
"No comment ya, no comment saya," kata Anies saat kunjungannya bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Sekolah Dasar (SD) Negeri 07 Pagi, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (18/10/2017).
Anies dilaporkan Jack Boyd Lapian dari Gerakan Pancasila didampingi sejumlah anggota organisasi sayap PDI Perjuangan, Banteng Muda Indonesia, pada Selasa, 17 Oktober 2017 malam. Pelaporan tersebut atas tuduhan tindak pidana diskriminatif ras dan etnis.
Advertisement
"Kami lakukan laporan polisi terkait adanya dugaan tindak pidana diskriminatif ras dan etnis yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI terpilih saat sesi acara gubernur di Pemprov DKI Jakarta. Banteng Muda Indonesia sebagai saksi," kata kata kuasa hukum pelapor, Rudi Kabunang di Bareskrim Polri, Gambir kemarin.
Laporan yang dibuat Jack diterima dengan nomor LP/1072/X/2017/Bareskrim. Menurut Jack, kalimat pribumi yang dilontarkan Anies dalam pidatonya dikhawatirkan dapat memecah belah bangsa.
"Karena saya lihat ini memecah belah Pancasila. Pada Pancasila tak ada lagi apa bahasamu, apa ras, semua menjadi satu," ucap Jack.
Dalam pidatonya, Anies Baswedan menyebut Jakarta merupakan sedikit tempat di Indonesia yang merasakan penjajahan selama berabad-abad. "Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini setelah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Anies.
Menimbulkan Polarisasi Baru
Wasekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Hery Haryanto Azumi, menilai pernyataan Anies menyebut kata pribumi tidak tepat.
Menurut Hery, selain sudah ada pelarangan yang ihwal pengunaan istilah tersebut, kata pribumi dan non-pribumi dalam pidato politik itu dapat memunculkan polarisasi baru.
"Ya sudah tidak tepat kita sekarang bicara politik pribumi dan non-pribumi. Kan sudah ada aturannya. Malah bisa mendatangkan polarisasi baru ungkapan itu," ujar Hery dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (17/10/2017).
Menurut Hery larangan menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi sudah tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintah.
Tak hanya itu, Hery menilai mengotak-kotakkan antara pribumi dan non-pribumi justru dapat menimbulkan spekulasi tafsir yang negatif terhadap pasangan Anies-Sandi.
"Spekulasi tafsir negatif bisa muncul jika seorang pejabat negara masih mengotak-kotakkan antara pribumi dan non-pribumi. Kan semua WNI itu pribumi," ucap Hery.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement