Sukses

Nelayan Banten Tolak Pengerukan Pasir untuk Reklamasi Jakarta

Demonstran juga menuntut pembatalan pencabutan moratorium reklamasi, dan menolak perizinan pertambangan pasir laut di Banten.

Liputan6.com, Serang - Ratusan warga pesisir Banten utara demonstrasi di depan kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kota Serang, Banten. Mereka menolak pengerukan pasir laut untuk proyek reklamasi atau pulau buatan di teluk Jakarta.

"Efek domino dari berlanjutnya proyek reklamasi teluk Jakarta tidak bisa dilepaskan dengan penderitaan rakyat nelayan Banten," kata Koordinator Lapangan Gerakan Rakyat Banten Selamatkan Nelayan (GRBSN) Daddy Hartadi saat ditemui di sela-sela unjuk rasa, Rabu (18/10/2019).

Pengerukan pasir di Teluk Banten, Kabupaten Serang, terutama di Kecamatan Pontang, Tirtayasa, dan Tanara, dianggap merusak kehidupan biota laut dan mematikan ikan yang selama ini menjadi sumber pendapatan nelayan.

Banten yang memiliki luas perairan 11.134,22 Km2 dengan garis pantai sepanjang 509 km itu telah dikeruk pasirnya, sedikitnya oleh 10 perusahaan penambang pasir laut.

Para demonstran pun menuntut pembatalan pencabutan moratorium reklamasi, dan menolak perizinan pertambangan pasir laut di Banten dan seluruh perairan di Indonesia.

"Hal ini diperparah dengan komentar bahwa Pemprov Banten tidak keberatan pasir lautnya dikeruk untuk reklamasi," kata Daddy.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kaji Ulang

Sementara, Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengatakan, hingga kini pihaknya belum mengambil kebijakan apapun terkait kelanjutan penambangan pasir laut untuk reklamasi teluk Jakarta.

"Pemprov (Banten) akan melakukan kajian soal itu. Kajian akan dilakukan secara komprehensif. Yang jelas semua harus berbasis kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup," kata Andika, saat dihubungi berbeda.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten Hudaya Latuconsina mengatakan, izin pengerukan pasir laut di pesisir Banten utara bisa dilakukan, jika izin analisis dampak lingkungan (amdal) selesai.

"Sepanjang proses amdalnya benar, tidak masalah. Izin tidak akan keluar jika amdalnya tidak keluar," tandas Hudaya.