Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi angkat bicara terkait wacana pembentukan Dentasemen Khusus (Densus) Antikorupsi. Jokowi menilai bahwa pembentukan Densus Antikorupsi masih dalam tahap usulan sehingga perlu dibahas dalam rapat terbatas (ratas) pada pekan depan.
"Rencana (Densus Antikorupsi) itu masih usulan. Minggu depan kami bahas dalam ratas," kata Jokowi di Hotel Borobudur Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2017).
Jokowi pun enggan berkomentar lebih lanjut terkait wacana pembentukan Densus Antikorupsi tersebut. Dia meminta agar wacana tersebut ditanyakan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto.
Advertisement
"Lebih lengkap ke Pak Menko Polhukam (Wiranto)," ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menolak pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi. Menurut dia, untuk memberantas korupsi di Indonesia, dapat dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri, tanpa harus membuat kesatuan.
"Jadi cukup biar KPK dulu. Toh sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas, dan itu bisa. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu. Tim yang ada sekarang juga bisa," kata JK di kantornya, Jakarta, Selasa 17 Oktober 2017.
Bikin Pejabat Takut
JK ingin agar upaya pemberantasan korupsi fokus dilakukan oleh KPK. Pasalnya, jika muncul Densus Antikorupsi, dia menilai akan menimbulkan ketakutan bagi pejabat. Hal itu akan membuat sulit dalam mengambil kebijakan.
"Kalau nanti di seluruh Indonesia sampai kapolres, kapolsek, bisa menimbulkan ketakutan juga bahaya, juga kalau semua pejabat takut ya. Sulitnya walaupun dia tidak korup, takut juga dia mengambil keputusan. Itu yang kita khawatirkan, semua itu," tandas Jusuf Kalla.
Tak hanya itu, JK pun mengaku khawatir jika Densus Antikorupsi benar-benar dibentuk. Ia menyebut sudah banyak lembaga yang mengawasi korupsi di Tanah Air.
Pemerintah dan birokrasi, kata dia, diawasi enam institusi. Institusi itu adalah inspektorat, BPKP, BPK, Kejaksaan dan KPK. Dia khawatir jika ditambah satu lagi, aparatur negara, terutama kepala daerah, justru takut mengeluarkan kebijakan.
"Iya (takut). Kalau tambah lagi satu, akhirnya apa pun geraknya, bisa salah juga," pungkas JK.
Saksikan video di bawah ini:
Advertisement