Liputan6.com, Jakarta Budayawan Radhar Panca Dahana menilai pemuda jaman now (sekarang) tidak mampu mengartikulasi makna hari Sumpah Pemuda. Pemuda jaman sekarang tidak memiliki acuan. Seluruh acuan nilai-nilai yang dipelihara bangsa ini hancur digantikan tatanan baru.
“Anak muda jaman sekarang apakah masih mampu mengartikulasi Sumpah Pemuda? Kalau ditanya apakah memahami Sumpah Pemuda. Saya kira tidak. Anak muda sekarang blank. Bagaimana Sumpah Pemuda muncul, anak muda jaman sekarang tidak tahu,” kata Radhar Panca Dahana dalam Diskusi dengan tema “Memaknai Sumpah Pemuda” di Press Room, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/10). Turut berbicara dalam diskusi ini Mustafa Kemal (Fraksi PKS). Diskusi diadakan oleh Koordinator Wartawan Parlemen bekerjasama dengan Biro Humas MPR RI.
Menurut Radhar, anak muda sekarang tidak ada yang berpikir bagaimana sekelompok pemuda tiba-tiba berpikir untuk menyatukan diri dalam satu tumpah darah Indonesia. Termasuk berpikir untuk bahasa persatuan, bahasa Indonesia. “Darimana datangnya cara berpikir mereka. Siapa yang “meracuni” mereka. Padahal mereka datang dari daerah-daerah,” kata Radhar.
Anak muda generasi Y, kata Radhar, menjadi yatim piatu secara kultural. Sekarang anak muda kita kalau ditanya asal daerahnya jawabannya tidak tahu. Orang Jawa kehilangan Jawa-nya. Begitu juga orang Bugis, dan lainnya. “Anak muda sekarang tidak punya acuan. Apalagi kalau masuk media sosial. Seluruh acuan yang dipelihara bangsa ini hancur,” ujarnya.
Anak muda sekarang, lanjut Radhar, menciptakan tatanan baru mulai dari cara bergaul, sampai makan termasuk taste. Anak muda sekarang hanya mengenal pizza, burger, dan lainnya. Belum lagi kehidupan anak muda sekarang “dikuasai” telepon seluler.
“Apa yang terjadi sekarang adalah absennya acuan. Agama kering. Anak muda akhirnya mengambil acuan di dunia visual. Mereka lebih mengenal Korea atau Jepang, dibanding daerah asalnya sendiri. Sekarang realitas kultural menjadi kacau balau,” katanya.
Sementara itu, Mustafa Kemal mengatakan Sumpah Pemuda mempunyai daya rekat terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Pertama, karena peristiwa Sumpah Pemuda itu sendiri. Pada waktu itu, suasana sangat bergelora. Para pemuda ingin menunjukkan ekspresinya. “Sebuah ekspresi yang genuine (asli). Mereka bisa menggunakan istilah Indonesia sebagai sebuah ekspresi untuk mencapai masa depan,” katanya.
Kedua, Sumpah Pemuda sebagai sebuah peristiwa ketatanegaraan. Para pemuda mendeclare teritorial atau klaim teritorial, yaitu bertanah air satu, Tanah Air Indonesia. Para pemuda telah mengklaim teritorial Indonesia meskipun belum memiliki batas-batas wilayahnya. Pemuda dari berbagai daerah, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatra, Jong Celebes, juga bersepakat menyatakan identitas bersama sebagai bangsa Indonesia.
Ketiga, Sumpah Pemuda sebagai ikrar kebudayaan. Ini ditunjukkan pada ikrar ketiga yaitu berbahasa satu, bahasa Indonesia. Para pemuda secara sukarela sepakat mencari bahasa yang mempersatukan, yaitu bahasa Indonesia. “Ini adalah puncak budaya Indonesia,” tuturnya.
“Sumpah Pemuda adalah peristiwa yang lengkap. Konsensus para pemuda merupakan pencapaian yang hanya bisa ditandingi dengan peristiwa Proklamasi, mosi integral, reformasi. Tapi yang paling fenomenal adalah Sumpah Pemuda,” ucapnya.
(*)