Liputan6.com, Jakarta DPR RI telah menyetujui Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang (UU). Bagi pakar hukum tata negara, Refly Harun, keberadaan Perppu yang sudah disetujui menjadi UU Ormas ini sangat berbahaya. Pasalnya, dengan UU ini, pemerintah memiliki senjata untuk membubarkan Ormas kapanpun dengan alasan sejumlah dalil dalam UU itu.
“Tentu kita menghormati Perppu Ormas sudah disetujui DPR menjadi UU. Namun, sejak awal secara pribadi saya menolak Perppu Ormas ini. Kalau kita lihat secara jernih isi Perppu, kita akan tahu betapa bahayanya Perppu ini bila suatu saat jatuh ke tangan pemimpin yang kuat, yang berwatak anti-demokrasi,” ujar Refly, dalam diskusi dengan tema “Kebebasan Berkumpul dan Berserikat dalam Demokrasi Pancasila”di Press Room, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Ia mengungkapkan tiga hal penting dalam Perppu Ormas yang telah disetujui menjadi UU ini. Pertama, Perppu menghilangkan prosedur hukum. Kedua, memberi tambahan definisi tentang bertentangan dengan Pancasila. Bertentangan dengan Pancasila bukan hanya komunisme, leninisme, marxisme, tetapi juga paham lain. Ketiga, Perppu Ormas menjatuhkan hukuman yang berat dan cenderung tidak masuk akal.
Advertisement
“Melihat Perppu ini bukan sekadar untuk membubarkan HTI saja. Tetapi banyak dalil yang digunakan untuk membubarkan Ormas,” ucap Refly.
Dia memberi contoh, menggunakan nama, lambang, bendera atau atribut yang sama, mengumpulkan dana untuk partai politik, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, dan masih banyak aturan lainnya. Dengan melanggar aturan itu, pemerintah bisa langsung membubarkan Ormas.
“Sekarang ini masih ada pers yang kuat, oposisi, dan lainnya. Bukan tidak mungkin, pada periode pemerintahan berikutnya lebih kuat dan otoriter. Karena itu jangan memberi cek kosong kepada pemerintah,” kata Refly.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi PAN MPR, Ali Taher Parasong menolak Perppu Ormas karena tidak melihat adanya kegentingan yang memaksa dan tidak ada kekosongan hukum. Di mata dia, tidak ada fenomena kegentingan yang memaksa. Kegentingan saat ini adalah korupsi dan narkoba.
“Saya menduga lahirnya Perppu ini karena pemerintah melihat masyarakat sangat kuat. Masyarakat kuat karena terjadi krisis kepercayaan di masyarakat. Pertama pertumbuhan ekonomi tidak membawa kesejahteraan. Kedua penegakan hukum yang cenderung tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” ujar Ali.
“Kehadiran UU Ormas bisa membelenggu kebebasan masyarakat untuk menyampaikan keluhan, pandangan, pendapat dan kritik sosial,” lanjutnya.
Menyangkut persoalan Ormas, Ali menyebutkan tiga persyaratan, yaitu adanya pengakuan negara, jaminan, dan perlindungan terhadap Ormas. Negara harus memberi pengakuan, jaminan, dan perlindungan. Karena itu, sebelum membubarkan Ormas, negara melakukan pembinaan, edukasi, dan pendekatan persuasif kepada Ormas.
“Bukan tanpa peringatan satu, dua, dan tiga, melakukan pemanggilan Ormas untuk pendekatan persuasif dan pembinaan, tiba-tiba seperti dijatuhkan bom (dibubarkan). Kita tolak karena tidak ada tiga persyaratan itu,” ucapnya.
(*)