Sukses

Rekam Jejak 4 Pahlawan Nasional Baru

Sebelum mendirikan NW dan sebelum Indonesia merdeka, Zainuddin membangun pusat perjuangan bernama Musola Al Mujahidin.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari ini menetapkan 4 tokoh sebagai pahlawan nasional. Keempat tokoh tersebut dinilai pantas menjadi pahlawan karena jasa mereka terhadap bangsa dan negara.

Keempat tokoh yang telah almarhum itu, yakni Tuan Guru Kiai Haji (TGKH) M. Zainuddin Abdul Madjid asal NTB, Laksamana Malahayati (Keumalahayati) asal Aceh, Sultan Mahmud Riayat Syah asal Kepulauan Riau, dan Lafran Pane asal Yogyakarta.

Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial Hartono Laras, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/11/2017) mengatakan, ada syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum akhirnya presiden memutuskan tokoh tersebut memperoleh gelar Pahlawan Nasional.

Hartono menerangkan, TGKH M. Zainuddin Abdul Madjid yang lahir di Nusa Tenggara Barat, 19 April 1908 dan wafat 21 Oktober 1997, merupakan seorang nasionalis pejuang kemerdekaan. Dia juga dai, ulama, dan tokoh pendidikan emansipatoris.

Zainuddin Abdul Madjid juga merupakan pendiri organisasi Islam Nahdatul Wathan (NW), yang berarti kebangkitan tanah air. Organisasi ini menjadi organisasi Islam terbesar di Lombok, yang memberikan perhatian kepada pendidikan dan agama.

Zainuddin Abdul Madjid memulai perjuangannya sepulang dari Mekah, Arab Saudi usai menimba ilmu di negara itu. Dengan predikat cum laude, ia pulang ke Lombok untuk membangun dan berjuang mengusir penjajah.

Sebelum mendirikan NW dan sebelum Indonesia merdeka, Zainuddin membangun pusat perjuangan bernama Musola Al Mujahidin, yang menjadi tempat mengonsolidasikan semangat juang.

Disebutkan, kokohnya nilai kebangsaan di bekas wilayah sunda kecil (Bali, NTB, NTT) tak lepas dari peran sang ulama.

Sedangkan Laksamana Malahayati adalah tokoh pejuang asal Nanggroe Aceh Darussalam. Malahayati lahir pada 1550 dan wafat pada 1615. Pejuang perempuan ini dimakamkan di Krueng Raya, Aceh Besar.

Malahayati adalah laksamana perempuan pertama, tidak hanya di nusantara, tapi juga di dunia. Ia membentuk pasukan "Inong Balee" yang berisi para janda prajurit Aceh, yang mahir menembakkan meriam dan menunggang kuda.

Pada 1559, Malahayati memimpin armada laut berperang melawan Belanda dan berhasil menewaskan Cornelis De Houtman. Di Tahun 1606, Malahayati bersama Darmawangsa Tun Pangkat (Sultan Iskandar Muda), berhasil mengalahkan armada laut Portugis.

Sebelumnya, nama Malahayati telah diabadikan sebagai nama kapal perang jenis perusak kawal, berpeluru kendali kelas Fatahillah milik TNI AL dengan nomor lambung 362.

 

2 dari 2 halaman

Taklukan Belanda dan Tolak Komunis

Sementara Sultan Mahmud Riayat Syah berasal dari Kepulauan Riau. Dia lahir di Sulu Sungai Riau, Agustus 1760 dan wafat pada 12 Januari 1812.

Pada rentang tahun 1782 hingga 1784, Sultan berhasil mengalahkan Belanda yang ingin menanamkan pengaruhnya di Riau dalam Perang Riau I. Kapal Komando Belanda Malaka's Walvaren berhasil diledakkan.

Di tahun 1784, Sultan kembali memimpin perang melawan Belanda yang dipimpin Pieter Jacob van Braam di Tanjung Pinang. Sultan Mahmud menolak ajakan Belanda untuk berdamai dan menerapkan startegi gerilya laut, untuk mengacaukan perdagangan Belanda di Selat Melaka dan Kepulauan Riau.

Pada 1811, Sultan Mahmud mengirimkan bantuan kapal perang lengkap guna melawan ekspansi Belanda ke Sumatera Timur, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung.

Adapun Lafran Pane adalah tokoh asal Yogyakarta. Lafran Pane lahir di Sipirok 12 April 1923 dan wafat di Yogyakarta 24 Januari 1991. Lafran Pane dikenal sebagai tokoh pergerakan pemuda dan memprakarsai pembentukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 5 Februari 1947.

Dalam perjalanannya, HMI secara konsisten menolak gagasan negara Islam yang digagas oleh Maridjan Kartosoewiryo, pendiri gerakan Darul Islam. Lafran Pane menjadi salah satu tokoh utama penentang pergantian ideologi negara dari Pancasila menjadi komunisme.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: