Sukses

Jadi Tersangka Lagi, Golkar Pastikan Setya Novanto Kooperatif

Idrus memastikan, pucuk pimpinan Partai Golkar tidak akan berubah, meski Setya Novanto kembali berstatus tersangka dugaan korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Sejumlah pimpinan Partai Golkar pun langsung menggelar konsolidasi di rumah pribadi Novanto.

Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku. Idrus juga memastikan Novanto kooperatif terhadap kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK.

"Ya kami punya keyakinan, semua akan kooperatif. Kami punya keyakinan tadi itu kami menghargai seluruh proses hukum dan tentu Pak Nov nanti juga akan kooperatif untuk proses-proses yang ada sesuai dengan hukum yang ada. Sesuai dengan aturan yang ada. Itulah yang sejatinya kita lakukan," ujar Idrus di kediaman Novanto, Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017) malam.

Idrus berharap, penetapan tersangka terhadap Setya Novanto yang dilakukan KPK untuk kedua kalinya ini tidak mengada-ada.

"Makanya tadi kita sudah menyampaikan bahwa proses hukum yang dilakukan oleh KPK kita hormati sepenuhnya dan kita harapkan ini berdasarkan pada fakta-fakta yang ada," ucap dia.

Dia memastikan, pucuk pimpinan Partai Golkar tidak akan berubah meski Setya Novanto kembali berstatus tersangka dugaan korupsi. "Enggak ada. Golkar jalan terus," tandas Idrus.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Penetapan Tersangka

KPK kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus megakorupsi e-KTP. Status tersebut diumumkan pada Jumat (10/11/2017) di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.

"Setelah proses penyelidikan dan ada bukti permulaan yang cukup, kemudian pimpinan KPK, penyelidik, penyidik, dan penuntut umum melakukan gelar perkara pada 28 Oktober KPK menerbitkan sprindik atas nama tersangka SN, sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 31 Oktober 2017. Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari total paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun.

Penetapan tersangka oleh KPK ini tidak diterima oleh pihak Setya Novanto. Melalui pengacaranya, Fredrich Yunadi, politikus Partai Golkar itu menyatakan perlawanannya.

"Kami akan melaporkan KPK ke Bareskrim Polri malam ini dengan dasar melawan keputusan praperadilan Setya Novanto. Terkait rilis KPK sore ini (penetapan Setnov tersangka) itu hak mereka. Cuma yang kami bawa bukan soal rilis KPK," kata Fredrich kepada Liputan6.com, Jumat petang.

Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 sub Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.