Patroli Indosiar, Jakarta - Tim kuasa hukum Setya Novanto melaporkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Pusat pada Jumat, 10 November 2017 malam. Tim kuasa menuding pimpinan KPK dan penyidik telah melanggar dan menghina putusan hakim praperadilan yang sebelumnya memutuskan menghentikan kasus KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto.
Seperti ditayangkan Patroli Siang Indosiar, Sabtu (11/11/2017), setelah ditetapkan kembali sebagai tersangka, tim kuasa hukum Setya Novanto melaporkan para pimpinan KPK dan tim penyidik ke Bareskrim Polri.
Tim kuasa menuding pimpinan KPK dan penyidik telah melanggar dan menghina putusan hakim praperadilan dalam kasus serupa, yang memerintahkan agar KPK menghentikan penyidikan kasus KTP elektronik atas nama Setya Novanto.
Advertisement
Dengan membawa sejumlah dokumen, Fredrich Yunadi salah satu kuasa hukum Setya Novanto melaporkan dua pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, serta dua pejabat KPK lainnya yakni Aris Budiman dan Damanik ke Bareskrim Polri yang berada di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat.
Laporan ini dilakukan karena para pimpinan KPK dianggap melanggar keputusan praperadilan serta tindak pidana kejahatan dalam melaksanakan tugas dan wewenang dalam jabatan.
Fredrich mengatakan, KPK bisa menetapkan status tersangka kepada Setya Novanto, namun untuk kasus berbeda bukan dengan kasus yang sudah dimenangkan melalui praperadilan.
Penetapan kembali status tersangka Setya Novanto diumumkan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada Jumat kemarin. Menurut Saut, untuk penetapan kembali status Setya Novanto ini, penyidik KPK telah melakukan proses penyelidikan dengan memeriksa sejumlah saksi. Dalam proses itu, Setya Novanto sudah dua kali dipanggil untuk diperiksa, namun dua kali pula ia mangkir.
Berdasarkan hasil gelar perkara itu, menurut Saut, KPK yakin Setya Novanto terlibat tindak korupsi proyek e-KTP bersama tersangka lain dalam kasus ini yakni Anang Sukiyana, Sugiharjo, Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman Sugiharto, serta Andi Agustinus alias Andi Narogong sehingga negara dirugikan sebanyak Rp 2,3 triliun.