Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahahan Wali Kota Batu non-aktif Eddy Rumpoko terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan mebel. Penahanan dilakukan demi kepentingan penyidikan kasus suap dengan nilai proyek Rp 5,2 miliar.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari ke depan dari tanggal 16 November 2017-15 Desember 2017 untuk tersangka ERP (Eddy Rumpoko) terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Batu TA 2017," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (13/11/2017).
Baca Juga
Sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Batu, Jawa Timur, Eddy Rumpoko sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh tim penindakan KPK di Batu, Jawa Timur pada Sabtu 16 September 2017.
Advertisement
Selain Eddy, KPK juga menetapan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Bagian Unit Layanan Pengaduan (ULP) Pemkot Batu Eddi Setiawan dan pengusaha bernama Filipus Djap.
Tiga orang tersebut dijadikan tersangka karena diduga terlibat tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek pengadaan meubelair di Pemerintah Kota (Pemkot) Batu tahun anggaran 2017.
Dari operasi senyap tersebut, tim penindakan KPK mengamankan uang sekitar Rp 300 juta. Uang Rp 200 juta diterima oleh Eddy Rumpoko, sedangkan Rp 100 juta diberikan kepada Eddi Setiawan dari Filipus.
Terkait kasusnya, Eddy mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan praperadilan Eddy didaftarkan pada 24 Oktober 2017 melalui kantor pengacara Ihza & Ihza Law Firm di PN Jaksel. Pendaftaran tersebut dengan Nomor Registrasi 124/Pid.Pra/2017/PN JKT.SEL.
Dalam gugatan tersebut, Eddy meminta agar hakim praperadilan menyatakan penangkapan dan penetapan tersangka yang dilakukan KPK kepadanya tidak sah. Serta meminta agar hakim memerintahkan KPK untuk membebaskannya dari tahanan.
Ketua DPRD Kota Banjarmasin
Tak hanya Wali Kota Batu non-aktif Eddy Rumpoko, KPK juga memperpanjang masa penahahan Ketua DPRD Kota Banjarmasin Iwan Rusmali dan Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin Andi Effendi.
Perpanjangan penahanan keduanya terkait tindak pidana korupsi suap terkait persetujuan Peraturan Daerah (Perda) tentang penambahan penyertaan Modal kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih Kota Banjarmasin Tahun 2017.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari ke depan dari tanggal 14 November 2017-13 Desember 2017 untuk dua tersangka yaitu Ketua DPRD Kota Banjarmasin IRS (Iwan Rusmali) dan Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin AE (Andi Effendi)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin (13/11/2017).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPRD Banjarmasin, Kalimantan Selatan Iwan Rusmali dan Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Muslih sebagai tersangka.
Keduanya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus dugaan suap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) penyertaan modal Pemkot Banjarmasin kepada PDAM Bandarmasih, Kota Banjarmasin sebesar Rp 50,8 miliar.
Selain dua orang tersebut, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Wakil Ketua DPRD Banjarmasin Andi Effendi yang merupakan Ketua Pansus Raperda dan Manajer Keuangan PDAM Trensis.
Dalam operasi senyap kali ini, tim penindakan KPK mengamankan uang sebesar Rp 48 juta. Uang tersebut bagian dari fee proyek senilai Rp 150 juta.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement