Liputan6.com, Jakarta - Wakil Bendahara Umum Partai Golkar (Wabendum Golkar) Zulhendri Hasan berpendapat, pemanggilan pemeriksaan terhadap Ketua DPR Setya Novanto atau Setnov tak harus melalui izin dari Presiden Joko Widodo.
"Saya orang yang satu perspektif dengan teman-teman di KPK yang menyatakan tidak perlu izin presiden," ujar dia di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa 14 November 2017.
Meski setuju dengan sudut pandang KPK terkait pemanggilan Setnov, Zulhendri tak mau menyalahkan Kuasa Hukum Setnov, Fredrich Yunadi yang menyatakan pemanggilan Setnov harus mendapatkan izin presiden.
Advertisement
"Tetapi saya tidak menyalahkan kalau ada yang berpikiran lain dari pada teman-teman KPK," kata Zulhendri.
Alasan Fredrich yang menyatakan KPK harus izin presiden dalam memanggil Setnov berdasarkan Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dalam Pasal 245 ayat (1).
Pasal tersebut berbunyi, "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan".
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Beda Pandangan
Menurut Zulhendri, adanya perbedaan pendapat tentang hal tersebut adalah wajar. Nantinya, semua pihak harus tunduk terhadap apa pun keputusan yang diambil oleh MK.
"Kalau nanti setelah dibuktikan tidak berhasil, berarti dia (Setnov) harus tunduk ke sini,” kata dia.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan hak imunitas yang dimiliki oleh Ketua DPR bukan berarti kebal hukum.
"Tentu jangan sampai itu dipahami ada orang yang kebal secara hukum, sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan atau ada batasan. Apalagi untuk dugaan tindak pidana korupsi dan hak imunitas terbatas saya kira," ujar Febri di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin 13 November 2017.
Menurut dia, hak imunitas tidak bisa melindungi orang karena diduga korupsi atau mengetahui informasi terkait korupsi.
Menurut dia, dalam Pasal 245 ayat (3) UU MD3 menyatakan ketentuan izin Presiden seperti yang diatur dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3, tidak berlaku jika pemanggilan terhadap anggota DPR berkaitan dengan tindak pidana khusus seperti korupsi.
Advertisement