Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan terus memanggil Setya Novanto meski berkali-kali Ketua DPR itu tak hadir. Novanto mengaku tidak akan hadir sebelum ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi Pasal 12 dan Pasal 46 ayat 1 dan 2 Undang-Undang KPK.
"Dalam proses hukum, acuan yang digunakan adalah KUHAP, UU Tipikor dan UU KPK. Jadi sekalipun ada bagian dari UU tersebut yang diuji di MK, hal tersebut tidak akan menghentikan proses hukum yang berjalan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Menurut dia, pihaknya tetap akan menelisik dan memeriksa Setya Novanto yang diduga bersama-sama pihak lain melakukan korupsi dalam pengadaan e-KTP hingga negara rugi Rp 2,3 triliun.
Advertisement
"Apalagi ada penegasan di Pasal 58 UU MK. Sehingga dalam penanganan kasus e-KTP ini, kami akan berjalan terus," kata Febri.
Pasal 58 UU MK tersebut berbunyi, "Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa UU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945."
Dia mengatakan setiap institusi penegak hukum punya tanggung jawab dan tugas untuk menegakkan hukum secara adil serta berlaku sama terhadap semua orang. Tak terkecuali kepada Setya Novanto.
"Jangan sampai ada kesan hukum tidak bisa menyentuh orang-orang tertentu. Apalagi jika ada yang mengkaitkan dengan pemahaman bahwa imunitas berarti kekebalan hukum tanpa batas," kata Febri.
Â
Telaah UU MD3
Dia juga sempat meminta kepada pengacara Setya Novanto untuk membaca dan menelaah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
UU tersebut memaparkan hak anggota legislatif yang akan menjalani pemeriksaan oleh penegak hukum. Namun, dalam UU tersebut juga dipaparkan hak tersebut tak berlaku untuk anggota legislatif yang diduga terlibat tindak pidana korupsi.
"Karena tentang Hak Imunitas tersebut, meskipun disebut di UUD 1945, uraian lebih lanjut harus dibaca pada Pasal 80 dan Pasal 224 UU MD3. Jelas sekali, pengaturan Hak Imunitas terbatas untuk melindungi anggota DPR yang menjalankan tugas. Tentu hal itu tidak berlaku dalam hal ada dugaan tindak pidana korupsi. Karena melakukan korupsi pasti bukan bagian dari tugas DPR. Mari kita jaga lembaga terhormat ini," terang Febri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement