Sukses

Wakil Ketua DPR: Pergantian Setnov Wewenang Fraksi Golkar

Setya Novanto resmi ditahan dan berbaju oranye usai ijemput Tim Penyidik KPK Senin malam.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menyatakan, DPR  menyerahkan persoalan Ketua DPR Setya Novanto atau Setnov kepada Fraksi Partai Golkar. 

"Untuk status Pak Novanto yang punya kewenangan penuh adalah dari Fraksi Golkar, dalam hal ini Partai Golkar sendiri yang bisa menarik, mengusulkan, dan juga mempertahankan ataupun memang akan menggantinya yang mempunyai kewenangan adalah Partai Golkar," ujar Agus di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (20/11/2017).

Semua ini, ditegaskan Agus, terdapat dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), selama status Setya Novanto dari KPK sebagai tersangka belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

"Kalau sudah inkrah, Pak Novanto memang tidak boleh menjadi Ketua DPR," kata dia.

Agus menegaskan, pihaknya menghormati segala proses ini karena masalah Setnov sudah masuk ranah hukum. Sehingga, aparat penegakan hukumlah dalam hal ini KPK, yang tentunya bisa mengambil putusan.

"Masalah ini kita serahkan sepenuhnya kepada istitusi penegakan hukum. Karena kita ketahui kasusnya Pak Novanto masuk ranah wilayah hukum," tuturnya.

Setya Novanto resmi ditahan dan berbaju oranye usai ijemput Tim Penyidik KPK Senin malam.

Sebelumnya, Setya Novanto dijemput oleh tim penyidik lembaga antirasuah tersebut dari RSCM usai dipindah dari RS Medika Permata Hijau lantaran kecelakaan yang dialaminya.

 

2 dari 2 halaman

MKD Tentukan Sikap

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan menentukan sikap terkait Ketua DPR Setya Novanto. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Mahkamah MKD DPR Sarifudin Sudding.

"Saya kira hari ini MKD akan mengambil sikap dan saya sudah berkoordinasi dengan pimpinan," ujar Sudding di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (20/11/2017).

Setya Novanto ditetapkan sebagai terangka dalam kasus korupsi e-KTP oleh KPK. Ia pun kini telah mendekam di tahanan.

Situasi tersebut, menurut Sudding, bisa mengaktifkan klausul dalam Pasal 37 dan 87 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Di sana dijelaskan soal pimpinan Dewan yang tidak dapat menjalankan tugasnya.

Pergantian juga bisa dilakukan bila pimpinan dewan melakukan pelanggaran etika. Keputusan soal kode etik, sambung Sudding, menyangkut masalah integritas.

Dia mengatakan, ketika seseorang ditahan institusi penegak hukum, maka hal itu berkait erat dengan masalah integritas.

"Saya kira ini menyangkut marwah kedewanan sebagaimana ini diamanahkan dalam tata tertib kita dan acara di MKD," kata dia.

Saksikan vidio pilihan di bawah ini: