Liputan6.com, Jakarta Banyak lahan pangan beralih fungsi tidak terkendali mempengaruhi kebijakan ketahanan dan kedaulatan pangan di Indonesia. Atas dasar tersebut Komite II DPD RI melakukan pengawasan terkait UU Ketahanan Pangan, di Makasar Sulawesi Selatan, Senin(20/11).
Komite II DPD RI menilai beberapa kebijakan ketahanan pangan yang belum terwujud, seperti pembentukan badan pangan nasional belum dilaksanakan, data pangan yang belum terintegrasi antar kementerian membuat kebijakan tidak terkordinasi dengan baik sehingga tidak tepat dalam penentuan kebijakan impor pangan.
Baca Juga
"DPD menilai pemerintah harus mengadopsi konsep kadaulatan pangan daripada katahanan pangan dalam tata penyediaaan sumber pangan di Indonesia. Pemerintah juga mencari solusi terkait permasalahan tata niaga dan tata pengelolaan masalah pangan di masing-masing daerah," ujar Senator asal Bali.
Advertisement
Turut Hadir I Kadek Arimbawa Wakil Ketua Komite II, Abdul Aziz Qahar Mudzakkar, Anang Prihantoro, Anna Latuconsina, Djasarmen Purba, Rahmijati Jahja, Rubaeti Erlita, Pdt. Marthen, Ibrahim Agustinus Medah, Wa Ode Hamsinah Bolu anggota Komite II, Harmil Mattotorang Wakil Bupati
Lanjutnya, I Kadek Arimbawa menyatakan bahwa UU. No.12 Tahun 2012 tentang Pangan sebagai dasar utama dalam menyelenggarakan kebutuhan pangan di Indonesia. "Kebutuhan pangan untuk membangun sumber daya manusia di Indonesia, oleh karena itu pemerintah harus menjamin ketersediaaan pangan, akses dan pemanfaatan pangan," terangnya.
Harmil Mattotorang Wakil Bupati Maros menyatakan diperlukan sistem informasi untuk memetakan ketahanan pangan di setiap daerah sehingga dapat diketahui darah mana yang rawan dan mana yang surplus pangan. Selain itu menjelang hari-hari besar keagamaan juga mempengaruhi faktor ketahanan pangan untuk itu perlu dikembangkan sistem distribusi yang merata dan menjamin jumlah dan mutu ketersediaan pangan juga stabilitas harga.
"Dengan adanya sistem informasi dapat dirumuskan kebijakan untuk mengatasi kerawanan dan ketahanan pangan di masing-masing daerah," tukas Harmil.
Lain halnya Senator NTT Ibrahim A. Medah terkait konversi lahan pangan yang semakin krisis. Lahan pangan beralih menjadi lahan properti karena harganya mahal dan menggiurkan bagi para pemilik lahan untuk menjual. "Pemerintah daerah harus mempunyai dasar yang kuat untuk menjaga lahan pangan agar tidak berkurang dan punya perda-perda yang dapat menjaga lahan pangan," tutur Medah.
Senada dengan itu, I Kadek Arimbawa menanyakan aspek alih fungsi lahan tidak hanya pemukiman tapi alih fungsi lahan seperti pembangunan jalan juga mengurangi lahan pangan dan itu mengurangi lahan yang sangat besar. "Saya harapkan pemerintah dalam membangun sarana jalan saat ini harusnya dibangun jalan vertikal agar tidak mengurangi lahan pangan, dimana dibangun jalan imbasnya menyebabkan kanan kiri tanah jalan akan menjadi pemukiman," tutupnya.
Permasalahan-permasalahan terkait ketahanan pangan di daerah ini selanjutnya akan di bawa ke pusat dan akan dirumuskan oleh Komite II dalam rapat kerja yang akan diselenggarakan dengan Kementerian terkait.