Liputan6.com, Jakarta - Tangan gemulai Kahiyang Ayu bergerak menarikan tortor. Tarian khas Batak yang diperagakan putri Presiden Joko Widodo ini menjadi pembuktian diri sebagai boru atau anak perempuan Batak. Marga Siregar menjadi tambahan nama belakangnya.
Diiringi tabuhan Gondang Sambilan, alat musik tradisional Tapanuli Selatan, Kahiyang Ayu Siregar menari bersama sejumlah perempuan. Busana kebaya dan kerudung merah jambu menambah cerah senyum di wajahnya. Dia lalu dilempari butiran beras kuning seiring tiga kali tabuhan gendang sebagai tanda selesainya prosesi mangalehen marga atau pemberian marga.
Namun, perempuan berdarah Jawa itu ternyata belum harus turun panggung. Bersama sang suami, Bobby Nasution, Kahiyang kembali menari tortor untuk menghibur anggota keluarga dan tamu yang hadir. Kali ini, busana Kahiyang-Bobby dilengkapi hiasan kepala khas Tapanuli Selatan bernama Bulang.
Advertisement
Baca Juga
Seorang raja adat, Chairuman Harahap, menjelaskan makna manortor atau menari tortor yang dilakukan Kahiyang sebagai ungkapan rasa syukur karena telah menjadi keluarga besar Siregar. Manortor juga dilakukan untuk melepas Kahiyang sebagai anak perempuan Siregar ke rumah sang mertua.
"Dia menari dengan teman-temannya sebelum dilepas ke rumah mertuanya," jelasnya.
Prosesi pemberian marga di rumah paman Bobby, Doli Sinomba Siregar, di Jalan Suka Tangkas Nomor 17, Kelurahan Suka Maju, Medan itu bukan hanya diisi tarian tortor. Namun beberapa ritual adat mesti dilewati Kahiyang untuk mendapat marga Siregar itu.
Awalnya, Kahiyang-Bobby harus mengikuti prosesi upa-upa kepala kerbau yang merupakan ritual memberi makan pengantin. Ritual yang dibumbui aksi suap-suapan antara Kahinyang dengan Bobby itu juga diisi penyampaian nasihat dari para pemuka adat.
Seorang anggota keluarga Bobby, Latifah Hanum, mengatakan upa-upa kepala kerbau merupakan jenis upa-upa paling tinggi. Itu karena, dalam adat Angkola Mandailing, kerbau merupakan simbol kemakmuran.
Di samping kepala dan daging kerbau, sajian upa-upa itu juga diisi beragam makanan yang punya makna masing- masing. Misalnya, ikan dari perairan jernih yang memiliki banyak anak sebagai simbol agar keluarga baru tersebut memiliki keturunan yang banyak.
Rangkaian ritual dilanjutkan dengan penyerahan keris yang dibalut kain kuning kepada Kahiyang. Keris tersebut dimaknai sebagai perisai yang bisa melindungi Kahiyang. Selain itu, Kahiyang Ayu juga diberikan ulos Batak.
"Keris diberikan setelah resmi jadi boru Siregar. Satu kerbau dipotong di rumah sehari sebelumnya," kata Latifah Hanum kepada Liputan6.com.Â
Kenapa Kahiyang Harus Siregar?
Kahiyang Ayu Siregar didudukkan bersama Bobby Nasution di atas pelaminan yang didominasi warna merah, kuning, dan hitam sebagai warna adat budaya Tapanuli Selatan.
Sambil tersenyum semringah, Kahiyang Ayu menyampaikan terima kasih kepada keluarga besar Siregar dan raja-raja adat yang hadir dalam prosesi pemberian marga.
"Terima kasih, semoga saya bisa mengamalkan yang disampaikan para raja-raja. Dengan ini, semoga kami bisa menjadi keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah," ucap Kahiyang Ayu, Selasa, 21 November 2017.
Sementara Bobby Nasution menyampaikan rasa terima kasih kepada raja-raja, terutama pamannya, yang dia panggil Tulang Doli, sebagai pemberi marga pada Kahiyang.
"Semoga marga yang diberikan kepada Kahiyang, istri saya, bisa dijaga dengan baik," ucap Bobby.
Doli Siregar menyebut, ada beberapa alasan pemberian marga dalam budaya Tapanuli maupun Mandailing. Antara lain untuk menjelaskan keturunan, perkawinan antaretnik, pengabdian, dan jasa. Selain itu, marga juga sebagai penghormatan ataupun penghargaan.
Untuk alasan yang paling tepat pada pemberian marga untuk Kahiyang lebih karena perkawinan antaretnik.
"Karena kita ketahui, pada etnik Jawa tidak dikenal adanya marga. Pada adat Mandailing, apabila mempelai wanita belum punya marga, maka salah satu acara penting ialah pemberian marga kepada mempelai wanita," jelas Doli di Medan.
Pemberian marga memang menjadi sebuah keharusan bagi wanita bukan Batak yang menikah dengan pria Batak, termasuk Kahiyang. Apalagi, kedua keluarga menginginkan adanya pesta adat pada acara ngunduh mantu yang digelar 24-26 November 2017 mendatang.
"Dalam hal ini, kebetulan pihak keluarga tidak memiliki marga, dan secara kebetulan pula kita ingin membuat pesta besar. Satu syarat yang harus dipenuhi agar pesta itu terlaksana, istri Bobby harus punya marga," ujar Doli.
Terkait pemberian marga Siregar disesuaikan dengan marga dari keluarga Ibu Bobby. Dengan begitu, jelas sudah kedudukan Kahiyang Ayu dalam lembaga adat Tapanuli-Mandailing, yakni Dalihan Na Tolu.
Dalam hal ini, Kahiyang akan sejajar dengan anak dari tulang atau paman Bobby, sehingga sah atau bisa untuk dinikahi.
Selanjutnya Kahiyang Ayu Siregar bersama Bobby Nasution keluar dari rumah dan dilepas keluarga Doli Siregar. Kahiyang tampak masih mengenakan bulang serta menyandang bekal yang disebut paroppa berupa kain gendong bermotif batik untuk dibawa ke rumah mertua.
Rangkaian pesta adat Kahiyang-Bobby akan berlanjut Jumat, 24 November selama tiga hari. Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana akan menghadiri acara ngunduh mantu di Medan.
Advertisement
Pernikahan Antaretnis Bukti Indonesia Toleran
Budayawan Radhar Panca Dahana mengatakan, pernikahan antar etnis di Indonesia sebagai hal yang biasa. Bahkan, pernikahan silang itu sudah terjadi sejak ribuan tahun yang lalu.
"Salah satu proses pembentukan kebudayaan Nusantara terjadi karena perkawinan silang antarbudaya," katanya kepada Liputan6.com, Selasa 21 November 2017.
Suku-suku bangsa Indonesia, kata Radhar, sifatnya campuran dari generasi ke generasi. Di masa lalu, masyarakat Indonesia membentuk bangsa baru, komunitas, adat, dan tradisi baru.
"Pernikahan silang mampu memperkuat jati diri bangsa Indonesia," ucapnya.
Dia menilai, adanya perkawinan antar etnis seperti pada Kahiyang Ayu-Bobby Nasution juga membuktikan, masyarakat Indonesia yang toleran. Dalam hal ini, masyarakat Indonesia tidak alergi dengan budaya asing.
"Ini menjadi bukti adanya penerimaan alamiah di antara dua suku yang berbeda," katanya.
Selain itu, fenomena pernikahan beda etnis yang kerap terjadi di Indonesia juga mampu menumbuhkan rasa saling pengertian di masyarakat. Seperti Kahiyang Ayu yang mencoba mengerti budaya dan adat Batak, maupun Bobby Nasution yang juga mempelajari budaya Jawa.
Radhar menambahkan, pembentukan suku bangsa Indonesia mengalami proses pendewasaan, maturasi kultural, yang jauh lebih kuat dalam kebhinekaaan. Bahkan bisa dikatakan, multikultural di Indonesia lebih kuat dibanding bangsa lain.
Untuk itu, perbedaan akhirnya menjadi sebuah keniscayaan. Mereka yang mengingkari perbedaan pada dasarnya mengingkari kodratnya sebagai bangsa Indonesia.
"Pernikahan antaretnis hanyalah pesan dari sebuah peristiwa bahwa perbedaan itu indah. Integrasi kultur negeri ini menciptakan integritas. Sebaliknya, separasi hanya mengacaukan karakter bangsa kita. Karena itu mari saling menghormati," ucap Radhar.
Â