Sukses

KPK Tetapkan Wali Kota Mojokerto sebagai Tersangka Suap DPRD

Penetapan tersangka Mas'ud Yunus merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembahasan perubahah APBD pada dinas PUPR kota Mojokerto tahun 2017. Penetapan tersangka Mas'ud itu merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK.

"Pada tanggal 17 November 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan dan menetapkan MY (Mas'ud Yunus) Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2017).

KPK menduga Mas'ud bersama Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Mojokerto Wiwiet Febryanto memberikan sejumlah uang kepada anggota DPRD Kota Mojokerto.

"Patut diduga hadiah diberikan ke penyelenggara negara dengan maksud berbuat atau tidak berbuat sesuatu dengan jabatannya," ucap Febri.

Atas perbuatannya, Mas'ud Yunus disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberntasan tipikor sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, KPK mengungkap kasus dugaan suap pemulusan pengalihan anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran Program Penataan Lingkungan pada Dinas PUPR Mojokerto, tahun anggaran 2017.

 

2 dari 2 halaman

4 Tersangka

Dari pengungkapan kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Ketua DPRD Mojokerto Purnomo, dua Wakil Ketua DPRD Mojokerto Umar Faruq dan Abdullah Fanani, serta Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Kota Wiwiet Febryanto.

Selaku pemberi suap, Wiwiet Febryanto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a dan atau huruf b Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang tipikor sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55‎ ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai penerima suap, tiga Pimpinan DPRD Mojokerto yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani, dijerat KPK dengan Pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.