Sukses

3 Dampak di Balik Status Awas Gunung Agung

Gunung Agung kini telah naik statusnya menjadi level Awas. Ada sejumlah fakta di balik status tersebut. Apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Setelah berada pada level III atau Siaga, status Gunung Agung kini meningkat menjadi level IV atau Awas. Status tersebut mulai diberlakukan pada Senin (27/11/2017), pukul 06.00 WIB.

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG, I Gede Suantika menuturkan, imbas dari penerapan status itu membuat radius berbahaya menjadi berubah, dari 6 kilometer menjadi 8 kilometer dengan zona perluasan dari 7,5 kilometer menjadi 10 kilometer ke arah utara-timur laut, tenggara-selatan dan barat daya‎.

‎Ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi penaikan status tersebut. Salah satu di antaranya adalah perubahan tipe letusan dari freatik ke magmatik yang ditandai dengan teramatinya sinar api pada 25 November 2017 pukul 21.00 Wita.

"Erupsi magmatik itu juga ditandai kepulan asap tebal dengan ketinggian 2‎.000 meter hingga 3.400 meter maksimal. Itu masih terus terjadi sampai sekarang," papar dia.

"Erupsi tingkat efusif dengan kepulan abu menerus dan kadang-kadang disertai dengan suara dentuman terdengar dari pos pemantauan yang berjarak 12 kilometer," ucap Gede.

Di balik status itu, Gunung Agung menyimpan sejumlah fakta terkait imbas dari letusan ini. Apa saja? Berikut ini ulasannya.

 

2 dari 4 halaman

1. Berpotensi Mirip Letusan 1963

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memprediksi Gunung Agung berpotensi mengalami letusan besar.

Gunung setinggi 3.142 mdpl itu terus mengeluarkan lava dan melontarkan abu vulkanik ‎setinggi 3.400 meter. Meski terlihat dahsyat, ini masih dalam kategori letusan kecil.

Sebab, sejatinya gunung yang terletak di Kabupaten Karangasem itu pernah meletus dahsyat pada 1963.

Meski demikian, Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), I Gede Suantika, tak menampik jika Gunung Agung kali ini berpotensi meletus dahsyat, tak jauh berbeda ketika ia meletus tahun 1963.

Kala itu, ‎Volcanic Explosivity Index (VEI)‎ atau indeks letusan Gunung Agung berada di level 5.

"Ini sama dengan tahun 1963. VEI‎-nya itu antara 4 atau 5," kata Suantika, Minggu 26 November 2017.

Ia memaparkan, penentuan indeks letusan berada di level 5 didasarkan pada analisis berbagai hal menggunakan teknologi yang dimiliki oleh institusinya. "Analisisnya berdasarkan alat-alat yang kita miiki, ketemu angka itu," ucap dia.

Sebab, sejatinya gunung yang terletak di Kabupaten Karangasem itu pernah meletus dahsyat pada 1963.

Meski demikian, Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), I Gede Suantika, tak menampik jika Gunung Agung kali ini berpotensi meletus dahsyat, tak jauh berbeda ketika ia meletus tahun 1963.

Kala itu, ‎Volcanic Explosivity Index (VEI)‎ atau indeks letusan Gunung Agung berada di level 5. "Ini sama dengan tahun 1963. VEI‎-nya itu antara 4 atau 5," kata Suantika, Minggu 26 November 2017.

Ia memaparkan, penentuan indeks letusan berada di level 5 didasarkan pada analisis berbagai hal menggunakan teknologi yang dimiliki oleh institusinya. "Analisisnya berdasarkan alat-alat yang kita miiki, ketemu angka itu," ucap dia.

Dari Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, terdengar jelas letusan sekitar pukul 21.15 Wita. Suantika membenarkan jika bunyi itu bersumber dari Gunung Agung. "Itu letusan-letusan kecil yang terjadi di Gunung Agung," kata Suantika.

 

3 dari 4 halaman

2. Bandara Ngurah Rai Ditutup

Aktivitas Gunung Agung di Bali yang terus meningkat mengakibatkan Bandara I Gusti Ngurah Rai ditutup. Communication and Legal Section Bandara I Gusti Ngurah Rai, Arie Ahsanurrohim, mengonfirmasi penutupan bandara berlaku selama 24 jam.‎

"Berdasarkan Notam, bandara ditutup pukul 07.15 Wita hingga pukul 07.15 Wita esok hari nanti. Penutupan mulai pagi hari ini sampai esok hari. Dengan kata lain 24 jam," kata Arie, Senin (27/11/2017).

Ada beberapa alasan yang menjadi landasan penutupan bandara, utamanya berkaitan dengan aktivitas abu vulkanik Gunung Agung.

"Bandara ditutup 24 jam ke depan, tapi kebijakan ini akan kita evaluasi tiap enam jam sekali," ujar Arie.

Akibat penutupan bandara tersebut, 445 penerbangan terkena terdampak, baik penerbangan menuju maupun dari Bali. Penerbangan yang berangkat dari Bali dibatalkan atau ditunda.

"Kami perkirakan ada 445 penerbangan yang akan mengalami pembatalan, yaitu 196 rute internasional dan 249 rute domestik," jelas Corporate Secretary PT Angkasa Pura I (Persero) Israwadi dalam keterangan resminya.

Menurut dia, untuk mengantisipasi penerbangan yang akan datang ke Bali, pihaknya sudah menyiagakan lima alternatif bandara, yaitu Bandara Juanda Surabaya, Bandara Lombok Praya, Bandara Sultan Hasanussin Makassar, Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan, Bandara Adi Soemarmo Solo, Bandara Ahmad Yani Semarang, dan Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta.

 

4 dari 4 halaman

2. Radius Bahaya Bertambah

Meningkatnya aktivitas Gunung Agung membuat radius bahaya berubah. Zona bahaya yang semula 6 kilometer menjadi 8 kilometer dengan daerah perluasan dari 7,5 kilometer menjadi 10 kilometer ke arah utara-timur laut, tenggara-selatan dan barat daya‎.

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), I Gede Suantika menuturkan, dalam radius dan zona sektoral itu, ada 17 desa yang terdampak.

Desa itu adalah ‎Desa Ban, Dukuh, Baturinggit, Sukadana, Kubu, Tulamben, Datah, Nawakerti, Pidpid, Buanagiri, Bebandem, Jungutan, Duda Utara, Amerta Buana, Sebudi, Besakih dan Pempatan.‎

"Warga di sekitar itu harus dikosongkan. Tidak boleh ada aktivitas apa pun dalam radius dan zona sektoral itu," ujar Suantika.

Saksikan video pilihan berikut ini: