Liputan6.com, Jakarta - Berbagai cara dilakukan Setya Novanto untuk melawan proses hukum yang membelitnya, mulai dari praperadilan jilid kedua, mem-PTUN-kan cekal Ditjen Imigrasi, sampai dengan uji materi Undang-Undang KPK.
Kemarin, Rabu, 29 November 2017, Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Setya Novanto memulai sidang dengan agenda pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK). Objek yang menjadi sasaran uji materi tersangka kasus megakorupsi e-KTP ini adalah Pasal 46 ayat 1 dan Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberasantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga
Fredrich mengaitkan status yang menjerat kliennya itu dengan hak imunitas sebagai Ketua DPR RI. Dia juga mempersoalkan KPK yang tidak mengantongi izin Presiden bila ingin memproses hukum Setya Novanto.
Advertisement
"Kalau merujuk pada Undang-Undang MD3, coba mahkamah diberi gambaran, mana yang mengharuskan ada izin Presiden," ucap ketua hakim panel, Suhartoyo, dalam sidang di MK kemarin.
Mendengar pertanyaan itu, Fredrich sigap menjawab dan melontarkan Pasal 224 Undang-Undang MD3 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. "Pasal 224, Pak," ucap Fredrich.
Suhartoyo pun langsung meluruskan dan mengingatkan keberadaan Pasal 245 ayat 3 UU MD3. Pasal ini mengatur mengenai penyidikan terkait anggota Dewan. Di mana penyidik tidak perlu izin bila anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau disangka melakukan tindak pidana khusus.
"Kan ada ayat 3 terhadap Pidana Khusus yang diancam seumur hidup, OTT, nah itu kan pengecualian," ujar Suhartoyo.
Suhartoyo tetap meminta bagaimana permohonan objek yang akan diuji materi tersebut harus digambarkan dengan jelas dan rinci, bahwa pemeriksaan Setya Novanto selaku Ketua DPR yang disangka korupsi harus mengantongi izin presiden.
"Pengecualian ini yang harus digambarkan kepada kami mengapa Bapak harus minta ini harus ada izin Presiden, padahal ini tindak pidana khusus," pungkas Suhartoyo.
Â
Gugur Sebelum Sidang
Sidang praperadilan perdana Setya Novanto akan digelar pada Kamis, 30 November hari ini. Namun, apabila KPK berhasil melimpahkan berkas ke Kejaksaan sebelum 30 November, maka praperadilan Setya Novanto akan gugur dengan sendirinya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid berujar hal tersebut sama dengan putusan rapat pleno Partai Golkar terkait jika praperadilan Setya Novanto ditolak.
"Kalau sekiranya proses hukum itu tahapan-tahapannya dinyatakan P21, sehingga praperadilan dinyatakan gugur dengan sendirinya, maka itu berarti sama dengan praperadilan ditolak oleh pengadilan karena tidak bisa diproses lebih lanjut," katanya.
Nurdin menegaskan, apabila praperadilan Setya Novanto ditolak, maka Partai Golkar tetap akan menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa atau munaslub.
"Keputusan rapat mundur tidak mundur apabila gugatan ditolak, maka rapat pleno tetap memutuskan menyelenggarakan munaslub," tegas Nurdin.
Â
Advertisement
Siap Limpahkan Berkas
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan sempat mengatakan penyidik KPK sudah merampungkan berkas penyidikan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang melibatkan Setya Novanto.
Meski berkas penyidikan sudah lengkap, KPK belum melimpahkan berkas tersebut ke penuntutan. Alasan yang dikemukakan Basaria, lantaran tim penyidik masih harus memeriksa saksi dan ahli meringankan seperti yang diminta oleh pihak Setnov.
Menurut Basaria, jika pemeriksaan saksi dan ahli selesai, pihaknya tak akan menunggu lama untuk melimpahkan berkas tersebut. Saat ditanya akankah melimpahkan berkas pada pekan depan, Basaria mengaku akan mengusahakannya.
"Ya kami usahakanlah ya," ujar Basaria di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2017).
Sementara itu, Basaria mengatakan jika para saksi dan ahli yang meringankan tetap tak memenuhi panggilan penyidik KPK, maka pihak KPK akan langsung melimpahkan berkas penyidikan Setnov tanpa harus menunggu keterangan para saksi dan ahli.
Saksikan video pilihan di bawah ini: