Sukses

Beragam Gaya Turis di Bali 'Nikmati' Letusan Gunung Agung

Bali aman. Letusan Gunung Agung tak signifikan mengganggu aktivitas pariwisata di Pulau Dewata.

Liputan6.com, Jakarta - Bali aman. Letusan Gunung Agung tak signifikan mengganggu aktivitas pariwisata di Pulau Dewata.

Hal itu terlihat dari banyaknya turis yang ada di Bali menjadikan letusan Gunung Agung sebagai objek wisata. Sebab, fenomena alam seperti yang terjadi di Gunung Agung tergolong langka.

Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, masyarakat di seluruh dunia tertarik untuk menyaksikan erupsi Gunung Agung. Apalagi peristiwa ini terjadi di Bali, sehingga gaungnya makin menggema ke seantero jagad.

Seperti foto-foto turis di bawah ini yang tampak sangat menikmati keindahan di balik letusan Gunung Agung. Dalam foto di bawah ini, dua turis wanita terlihat menyaksikan letusan gunung tertinggi di Bali itu.

Dalam foto lain menunjukkan sepasang turis duduk di sebuah tebing dekat pinggir pantai menyaksikan erupsi Gunung Agung. Ditemani dengan botol minuman, keduanya menggenggam ponsel untuk mengabadikan momen langka itu. 

Selain itu, ada juga tiga turis yang berpose membelakangi Gunung Agung yang tengah mengeluarkan asap putih.

Dilema

Wisata bencana memang mengandung dilema. Pro dan kontra pun muncul setelah Sutopo mengampanyekan wisata erupsi Gunung Agung. Ada yang mendukung, ada pula warganet yang mempertanyakan manakala bencana dijadikan sebagai objek wisata.

"Indonesia dapat belajar dari Islandia bagaimana mengelola dan mengubah letusan gunung menjadi obyek wisata. Di sana, Gunung Eyjafjallajokull yang erupsi telah mendatangkan jutaan turis dari seluruh dunia. Publikasi mengenai erupsi gunung ini berkontribusi pada lonjakan wisatawan yang datang ke Islandia," ungkap Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/11/2017).

Terlepas dari pro dan kontra tersebut, kata Sutopo, sesungguhnya wisata bencana perlu dikelola dengan baik. Persiapan wisatawan sebelum berkunjung dan rambu-rambu yang menunjukkan zona bahaya perlu disosialisasikan. Oleh sebab itu, penyebaran informasi mengenai dua hal tersebut menjadi mutlak diperlukan.

Kemudian, sambung dia, berkaitan dengan penanganan pengungsi atau warga yang terdampak letusan Gunung Agung. Pemenuhan kebutuhan mereka juga menjadi kewajiban yang tak bisa ditinggalkan.

"Apabila dua hal ini dapat dipenuhi, maka fenomena alam seperti letusan gunung bisa menjadi obyek wisata tanpa mengabaikan pengungsi. Dengan begitu, maka tak hanya pengungsi yang terbantu, namun juga membantu kehidupan banyak orang di Bali yang sebagian besar hidup dari kegiatan pariwisata," jelas Sutopo. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2 dari 2 halaman

Foto Lain

Meski Gunung Agung sedang memuntahkan material vulkaniknya, dua turis ini berfoto dengan pose melompat dan ekspresi yang bahagia.

Lain lagi dengan pose sekelompok turis ini. Mereka kompak mengenakan masker dengan ekspresi memegang kepala membelkangi Gunung Agung yang sedang meletus. 

Sementara, pada foto ini terlihat seorang gadis sedang menikmati fenomena langka letusan Gunung Agung ditemani seekor anjing.

Harmoni Wisatawan dan Pengungsi

Sutopo berharap, di masa depan, apabila wisata bencana dikelola dengan baik, maka akan dapat kita lihat harmoni antara wisatawan dan pengungsi. Wisatawan menikmati pemandangan langka yang tak pernah ditemui dalam kehidupan mereka sehari-hari.

"Pengungsi pun tak hanya merana di lokasi pengungsian, mereka bisa menerima pelukan dan uluran tangan dari para wisatawan," ujar Sutopo.

Sementara itu, Deputi I BNPB Wisnu Widjaja mengharapkan agar pengungsi tak hanya menjadi objek, tetapi juga sebagai subjek atau penyintas. Manakala pengungsi menjadi penyintas, maka mereka aktif terlibat dalam berbagai aktivitas pariwisata ketika dan pasca letusan. Penyintas dapat berperan sebagai pemandu wisata, penyedia berbagai kerajinan dan jasa untuk wisatawan.

"Harapannya, fenomena alami seperti keangungan Gunung Agung tak sampai mengganggu kehidupan dan penghidupan warga terdampak serta warga lain di sekitarnya. Mereka, wisatawan dan penyintas diharapkan mampu memberikan ruang kepada alam untuk melaksanakan aktivitasnya tanpa menimbulkan korban jiwa," kata Wisnu.

Di Bali, saat ini zona bahaya adalah radius 8 dan perluasan sektoral 10 kilometer ke arah Utara-Timur Laut dan Tenggara-Selatan-Barat Daya. Di luar zona tersebut Bali aman untuk dikunjungi.