Sukses

Panitia Tegaskan Aksi Reuni 212 Tak Bermuatan Politik

Reuni itu hanya sebatas bentuk syukur atas bersatunya umat Islam pada aksi 212 tahun lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Panitia Pelaksana Maulid Nabi dan Reuni Akbar Alumni 212 Muhammad Al Khatthath memastikan aksi yang akan digelar di Silang Monas pada Sabtu 2 Desember 2017 tidak bermuatan politik.

"Panitia mengadakan Reuni Akbar Alumni 212 bukan dalam konteks politik tertentu," ujar Al Khatthath di Wisma PHI, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2017).

Al Khattath menegaskan, aksi yang akan berjalan sejak pukul 03.00 WIB hingga 10.00 WIB hanya sebatas bentuk syukur atas bersatunya umat Islam pada aksi 212 tahun lalu.

"Kami mengadakan ini karena bentuk syukur atas kebersatuan umat. Yang tidak mau bersyukur juga tidak apa-apa tidak datang, berdoa saja dari rumah," kata dia.

Meski begitu, Al Khattath tak melarang beberapa pihak yang menyebut aksi tersebut berbau politik. Bahkan Al Khattath siap jika aksi tersebut bermuatan politik untuk segera dibubarkan.

"Kalau seandainya kebersatuan umat 212 yang kita syukuri ini dilarang karena bersyukur atas bersatunya umat itu adalah politik, itu monggo silakan dilarang. Tapi kita dalam rangka kebersatuan umat," kata dia.

2 dari 2 halaman

Aroma Politik

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menduga acara reuni akbar gerakan 212 bermuatan politik. Dia menyebut ada agenda terkait Pilkada serentak 2018 dan persoalan Pilpres 2019 di balik pelaksanaan acara tersebut.

"Ini enggak akan jauh-jauh dari politik juga, tapi politik 2018/2019. Sudahlah, ini pasti larinya ke arah politik 2018-2019," kata Tito di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis 30 November.

Menurut Tito, gerakan massa 212 dan aksi lanjutannya sejak awal sangat bermuatan politik.

"Jelas sekali arahnya ke mana kan. Itu kan arahnya ke gubernur yang lama. Politiknya tinggi sekali," ujar dia.

Kendati demikian, Tito mengaku tidak melarang pelaksanaan acara tersebut. Namun dia meminta agar reuni 212 dilakukan di Masjid Istiqlal.

"Lebih bagus di Istiqlal saja sebetulnya. Sarannya, bagusnya di Istiqlal saja," ucap dia.

Terkait jumlah estimasi massa yang akan datang dalam acara tersebut, Tito menduga tidak akan sebesar aksi-aksi sebelumnya.

"Yang jelas enggak akan seperti dululah. Kalau yang dulu kan banyak kepentingan politik," ungkap Tito.