Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlangga Wisnu menilai, eksepsi atau nota keberatan yang diajukan penasihat hukum Asma Dewi, terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian tidak berdasar.
Hal ini dikatakan Herlangga usai sidang dengan agenda pembacaan nota tanggapan atas eksepsi terdakwa Asma Dewi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2017).
Baca Juga
"Karena sudah memasuki ruang lingkup pokok perkara, yaitu sudah menyangkut materil termasuk pemeriksaan alat bukti. Dan itu tidak ada dalam ruang lingkup pembacaan eksepsi sebagaimana yang diatur dalam Lasal 196 KUHAP," kata Herlangga.
Advertisement
Dalam eksepsi, sambung Herlangga, penasihat hukum seharusnya hanya bisa membantah mengenai cacat formil atau materil yang melekat pada dakwaan.
"Jadi bukan merambah ke pokok perkara, itulah yang tadi saya sampaikan," ucap Herlangga.
Selain itu, Herlangga juga heran dengan locus delicti atau tempat terjadinya tindak pidana yang dimasukkan penasihat hukum Asma Dewi dalam eksepsi. Padahal, dalam dakwaan sudah jelas disebutkan bahwa locus delictinya terjadi di Jalan Ampera, Jakarta Selatan.
"Apabila penasihat hukum jeli, terdapat keterangan saksi dan ahli soal tempat dan waktu tindak pidana terjadi. Sehingga penentuan tempus dan locus telah memenuhi syarat pembuatan surat dakwaan," ucap Herlangga.
Â
Pasal Dakwaan
Sebelumnya, Asma Dewi didakwa dengan empat pasal dalam dakwaan alternatif. Dalam dakwaan alternatif pertama, jaksa menyatakan Asma Dewi dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang dibuat untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan yang dituju dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
Dia didakwa dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE, sebagai mana diubah dengan UU RI Nomor 19 Tahun 2016.
Dakwaan kedua, menurut jaksa, pada tanggal 21 Juli 2016 dan 22 Juli 2016, Asma Dewi dinyatakan dengan sengaja menumbuhkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis berupa membuat tulisan atau gambar, untuk diletakan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lain yang dapat dilihat atau dibaca orang lain.
Dalam dakwaan ketiga, jaksa menyatakan Asma Dewi dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 156 KUHP.
Terakhir yakni Asma Dewi didakwa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umun yang ada di Indonesia. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dengan Pasal 207 KUHP.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement