Sukses

Kemnaker Beri Penghargaan IPK Tertinggi 2017 Kepada DKI Jakarta

DKI Jakarta Raih Penghargaan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Tertinggi 2017

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan memberikan penghargaan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) terbaik 2017 kepada 13 Pemerintah Provinsi yang dinilai berhasil melaksanakan pembangunan di bidang ketenagakerjaan.

Tahun ini, IPK tertinggi berhasil diraih oleh Provinsi DKI Jakarta dengan indeks sebesar 66,11, peringkat kedua ditempati DI Yogyakarta dengan indeks 63, 76, sedangkan peringkat ketiga ditempati Provinsi Bali dengan indeks sebesar 63,48.

Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, mengatakan bahwa penilaian IPK merupakan acuan dasar untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan di daerah, bahan evaluasi kebijakan dan program ketenagakerjaan daerah, serta sarana pemicu agar melaksanakan pembangunan ketenagakerjaan secara optimal.

“Dengan adanya penghargaan ini, diharapkan ini dapat meningkatkan komitmen pemerintah daerah (Pemda) dalam Perencanaan Tenaga Kerja Daerah guna mendukung keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia," ujarnya, di Ruang Tridharma Kemnaker, Jakarta, Rabu (6/12/2017).

Dalam sambutannya, Hanif mengatakan, ia terus mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kinerja di bidang ketenagakerjaan agar menjadikan permasalahan ketenagakerjaan benar-benar menjadi perhatian semua pihak. 

Hal itu menjadi tugas dan tantangan bagi seluruh stakeholder --pemangku kepentingan--baik Gubernur, Kepala Daerah, dan Kepala Dinas untuk memastikan urusan ketenagakerjaan tidak lagi marjinal atau dianggap pinggiran. 

“Mari sama-sama pulang ke daerah, kita jadikan urusan ketenagakerjaan tidak lagi di pinggir, tapi di tengah-tengah. Artinya bukan sekedar perhatian Menaker, Disnaker saja, tetapi menjadi perhatian seluruh komponen bangsa Indonesia," ucap Hanif.

Dengan menjadikan urusan di tengah-tengah, maka kesejahteraan dan pembangunan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat. Hanif menjelaskan, keberhasilan sebuah bangsa diukur dari dua hal, yakni soal pengangguran dan penyerapan tenaga kerjanya. Dari sisi input, kualtias tenaga kerja menjadi tolok ukur daya saing sebuah bangsa.

“Kita percaya bahwa ketika pembangunan bisa optimal untuk kepentingan masyarakat dan terbuka lapangan kerja untuk masyarakat, kualitas SDM bisa masuk pasar kerja di dalam dan luar negeri, maka akan beri kontribusi besar bagi peningkatan daya saing secara keseluruhan," kata dia.

Secara keseluruhan,  hasil pengukuran IPK Nasional Tahun 2017 menunjukkan adanya penurunan IPK nasional sebesar 1,39 poin, yakni dari 57,46 pada 2016 menjadi 56,07 pada 2017. IPK nasonal tahun 2017 sebesar 56,07 tersebut juga masih di bawah target sebesar 57. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kinerja pembangunan ketenagakerjaan dalam kurun 2016-2017.

Setelah diukur dengan perspektif baru, hasil pembangunan ketenagakerjaan yang direpresentasikan dengan hasil IPK 2017 menunjukkan pencapaian sebagian besar provinsi masih jauh dari target dan standar Sustainable Development Goals (SDGs).

“Penyebab utamanya adalah belum dijadikannya SDGs sebagai salah satu fokus pembangunan di daerah, sehingga membutuhkan waktu untuk penyesuaian, “ ujar Hanif. 

Penyebab lain turunnya IPK tahun ini adalah tidak disusunnya perencanaan tenaga kerja di sejumlah provinsi, sehingga indeks indikator utamanya turun. Kondisi pengawas ketenagakerjaan yang belum optimal dan efektif pasca pelimpahan funsional pengawas ketenagakerjaan ke Pemprov juga berpengaruh negatif terhadap kondisi pengawasan ketenagakerjaan dan kondisi hubungan industrial di daerah.

"Akibatnya indeks kondisi lingkungan kerja dan indeks hubungan industrial juga mengalami penurunan," ucap Hanif.

Berikut hasil lengkap penghargaan IPK 2017 :

Penghargaan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Terbaik berdasarkan kategori urusan ketenagakerjaan di tingkat provinsi. Kategori besar terbaik pertama adalah Sulawesi Selatan dengan indeks 61,95, terbaik kedua Jawa Tengah (58,58), dan terbaik ketiga Sumatera Selatan (58,46). 

Sementara itu, urusan ketenagakerjaan kategori sedang, terbaik pertama diraih DKI Jakarta (66,11), diikuti terbaik kedua DI Yogyakarta (63,76), dan terbaik ketiga Bali (63,48). Urusan ketenagakerjaan kategori kecil, terbaik pertama provinsi Jambi (60,42), disusul terbaik kedua Bangka Belitung (58,83), dan terbaik ketiga Sulawesi Tengah (58,55).

Hanif juga memberikan penghargaan IPK terbaik berdasarkan kategori akselerasi indeks terbaik kepada Provinsi Kalimantan Tengah dengan indeks 63,48. Peningkatan nilai indeks mencapai 4 poin, tidak ada nilai 0 pada indikator utama, ranking provinsi meningkat 7 peringkat, dan data pendukung sangat lengkap dan valid. 

Penghargaan peraih indikator utama terbaik IPK tahun 2017 secara berurutan adalah provinsi Jawa Timur (perencanaan tenaga kerja terbaik), DI Yogyakarta (penduduk dan tenaga kerja terbaik), DKI Jakarta (kesempatan kerja terbaik), DI Yogyakarta (pelatihan dan kompetensi kerja terbaik), Papua (produktivitas tenaga kerja terbaik), Bali (hubungan industrial terbaik), Kalimantan Selatan (kondisi lingkungan kerja terbaik), DKI Jakarta (pengupahan dan kesejahteraan pekerja terbaik dan jaminan sosial ternaga kerja terbaik).

 

 

(*)