Sukses

Sukarno, Cerita Anti-Israel dan Perjuangan Kemerdekaan Palestina

Langkah diplomasi menyuarakan kemerdekaan Palestina dimulai saat Presiden Sukarno menggagas Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1953.

Liputan6.com, Jakarta - Sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel menimbulkan banyak kecaman di berbagai negara. Di Indonesia, kecaman keras disampaikan Presiden Joko Widodo.

Selang beberapa jam setelah Trump mengumumkan pengakuan terhadap Yerussalem, Jokowi secara tegas menyampaikan sikap pemerintah RI.

"Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta AS mempertimbangkan kembali keputusan tersebut," ujar Jokowi di Istana Bogor Jawa Barat, Kamis (7/12/2017).

Menyikapi pernyataan Jokowi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Forum Bali Democracy tak kalah keras menyampaikan pernyataan terkait sikap pemerintah AS. Retno bahkan menyampaikan pidato dengan mengenakan syal bermotif bendera Palestina. 

"Scarf ini dibuat oleh para janda yang hidup di Gaza. Ini untuk menunjukkan komitmen tidak hanya pemerintah Indonesia, tapi juga masyarakat Indonesia, bahwa kita selalu bersama dengan Palestina," tegas Retno, Kamis, 7 Desember 2017. 

Perjuangan Indonesia membela kemerdekaan Palestina sebenarnya telah dilakukan semenjak negara republik ini baru berdiri. Langkah diplomasi dimulai saat Presiden RI pertama Sukarno menggagas Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1953.

Saat itu Indonesia dan Pakistan menolak keras diikutsertakannya Israel dalam konferensi tersebut.

Keikutsertaan Israel dianggap bakal menyinggung perasaan bangsa Arab, yang kala itu masih berjuang memerdekakan diri. Sementara Israel adalah bagian dari imperialis karena menguasai wilayah Palestina secara sepihak.

Setelah penyelenggaraan KAA, Aksi Bung Karno menolak eksistensi Israel terhadap Palestina tetap dilakukan melalui jalur diplomasi. Kali ini melalui olahraga, saat Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah Asian Games tahun 1962. Indonesia saat itu tegas menolak kehadiran kontingen Israel.

Alasan resminya karena negara kita tidak punya hubungan diplomatik dengan dua negara tersebut. Meski begitu, alasan sebenarnya masih berhubungan dengan politik antiimperialisme.

Konsekuensinya, keanggotaan Indonesia di Komite Olimpiade Internasional (KOI) dicabut. Dikeluarkannya Indonesia dari KOI tidak membuat Sukarno lembek. Sukarno justru makin bersikap keras.

"Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel," ucap Bung Karno.

2 dari 2 halaman

Lewatkan Peluang Piala Dunia

Pada tahun 1963, Bung Karno malah membentuk forum olahraga tandingan yang dinamakan Games of the New Emerging Forces (Ganefo). Ganefo sukses menarik minat negara lain dan diikuti oleh sebanyak 48 negara.

Sikap keras Bung Karno juga ditunjukkan melalui tim nasional Indonesia. Pada 1957, Timnas Indonesia telah lolos penyisihan zona Asia untuk melenggang di Piala Dunia 1958 di Swedia. Namun, Timnas memilih tidak tampil di Piala Dunia ketimbang beradu di satu lapangan dengan Israel.

Maulwi Saelan, kiper Timnas Indonesia yang juga ajudan Sukarno, mengatakan, mundurnya Timnas Indonesia karena perintah Sukarno.  Indonesia, yang saat itu, bergabung di penyisihan wilayah Asia Timur, telah menundukkan China. Indonesia hanya tinggal memainkan pertandingan penentuan melawan Israel sebagai juara wilayah Asia Barat.

"Itu sama saja mengakui Israel," ujar Maulwi menirukan omongan Sukarno, seperti dikutip dari Historia.

"Ya, kita nurut. Nggak jadi berangkat," ucap Saelan. 

Tidak hanya Indonesia, sejumlah negara lain yang diberi kesempatan oleh FIFA untuk menggantikan Indonesia juga menolak.

Antara lain, Sudan, Turki, dan Belgia. Pada 1962, keikutsertaan Israel dalam Asian Games 1962 di Jakarta juga ditolak dengan lantang oleh Sukarno.

Hingga masa akhir kekuasaanya, Sukarno tetap pada pendiriannya untuk terus berjuang untuk kemerdekaan Palestina. Dalam pidatonya pada HUT RI ke-21, Sukarno menyatakan alasannya selama ini konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

"Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa antiimperialisme, tetapi juga konsekuen terus berjuang menentang imperialisme," kata Bung Karno. 

"Itulah pula sebabnya kita tidak mau mengakui Israel..." Bung Karno menandaskan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â