Liputan6.com, Jakarta - Polri kembali menangkap pelaku aksi teror. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan keberhasilan jajarannya membekuk seorang yang masuk daftar pencarian orang.
"(Di) Malaysia ada satu orang ditangkap buronan dari kita kasus bom panci di Bandung," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/12/2017).
Baca Juga
Namun, Kapolri tidak mengungkap kapan operasi penangkapan itu dilakukan. Tito juga tidak menjelaskan siapa buron yang ditangkap.
Advertisement
Bandung dua kali mendapat serangan bom panci. Pada Februari 2017, bom panci meledak di Kantor Kelurahan Cicendo. Beberapa bulan kemudian, tepatnya Juli 2017, bom panci kembali meledak. Yang terakhir terjadi pada sebuah kontrakan di kawasan Buah Batu.
Tito mengatakan, pihaknya juga menangkap teroris jaringan Malaysia di Kalimantan Barat. Polri telah berkoordinasi dengan kepolisian Malaysia.
Jelang perayaan Natal 2017, Polri pun bersiaga. Namun, sejauh ini belum ada sinyalemen ancaman teror.
"Tidak ada rencana aksi yang kita dengar teror, tapi yang kita lakukan langkah biasa, langkah pro aktif duluan," pungkas Tito.
Gunakan Telegram
Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terungkap beberapa waktu lalu di Jawa Barat menggunakan media sosial Telegram untuk berkomunikasi. Ini terungkap saat Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri mendalami kasus bom panci yang meledak di kontrakan Agus Wiguna di Buah Batu, Bandung.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Kombes Yusri Yunus mengatakan, polisi sulit menembus komunikasi kelompok ini dalam aplikasi layanan pesan singkat Telegram tersebut.
"Mereka ini sel-sel baru JAD Bandung. Belum terstruktur, tetapi sudah berencana melakukan serangan teror ke beberapa titik. Fakta ini diperoleh Densus dari penggeledahan di kediaman para tersangka," kata Yusri di Markas Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu (19 Juli 2017).
Dia mengatakan, para terduga teroris itu tidak hanya memanfaatkan Telegram untuk berkomunikasi. Mereka juga mendapatkan tausiah dari pentolan JAD melalui aplikasi ini. Oleh karena itu, pemerintah pun memblokir aplikasi tersebut.
"Aplikasi ini sangat sulit ditembus dan multimember. Transaksi elektronik percakapan yang berlangsung, dan chat di aplikasi ini tak bisa diambil atau direkam. Dari analisis selama ini, mereka (para terduga teroris) berkomunikasi melalui aplikasi itu. Karena itu, pemerintah memblokir aplikasi ini," ujar Yusri.
Dia menambahkan, sejak 2016 sampai pertengahan 2017, Densus 88 telah mengungkap 16 jaringan terduga teroris menggunakan Telegram untuk berkomunikasi. Salah satu jaringan tersebut adalah JAD.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini
Advertisement