Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum pidana Mudzakir mempertanyakan surat perintah penyidikan (sprindik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Setya Novanto. Terlebih, sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan status tersangka Setya Novanto.
"Kalau sudah ada putusan praperadilan, artinya sprindiknya harus dicabut," kata Mudzakir di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 11 Desember 2017.
Menurut dia, dicabutnya sprindik dimaksudkan agar tidak adanya duplikasi sprindik di kemudian hari, terhadap orang yang sama.
Advertisement
"Satu kejahatan tidak boleh dua sprindik atas satu (orang) tersangka. Oleh sebab itu, penetapan tersangka (kembali) sah bila mencabut sprindik itu (sebelumnya). Bisa dengan SP3 dan jenis yang lain," ujar Mudzakir.
Nur Basuki Minarno, ahli pidana lainnya yang dihadirkan tim pengacara Setya Novanto menyatakan, keberadaan dua sprindik dalam kasus ini, membentuk dualisme. Meski status hukumnya sah, tetapi cacat yuridis.
"Secara hukum keduanya berlaku, Sprindik adalah dasar wewenang, untuk surat tugas, oleh karena itu kalau terjadi satu kewenangan dua sprindik, ini ada dualisme dan cacat yuridis bagi pihak penyidik," ucap Nur.
Nur menjelaskan, secara undang-undang, lembaga antirasuah dilarang mengeluarkan penghentian penyidikan. Hal ini menjadi polemik, lantaran KPK terbetur aturan tersebut.
"Jadi KPK harus mengeluarkan Sprindik itu tidak sah, tapi terbentur UU itu, karenanya KPK tidak pernah mengeluarkan itu (Sprindik)," kata Nur dalam sidang praperadilan Setya Novanto.
Â
Fakta Sidang
Fakta persidangan kasus e-KTP menjadi bahan Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai jawaban di sidang praperadilan Setya Novanto, Jumat 8 Desember 2017. Jawaban tersebut diketahui berasal dari sidang terdakwa Andi Agustunus di Pengadilan Tipikor, 7 Desember 2017.
Mudzakir menilai jawaban ini tidak relevan. Sebab, sidang praperadilan hanya terkait status tersangka.
"Jadi berkas perkara itu hanya untuk terdakwa tidak bisa dijadikan dasar membuktikan orang lain," kata Mudzakir.
Menurut dia, bukti penetapkan tersangka, harus didapat di luar fakta persidangan. "Kalau omongan orang (terdakwa) tidak bisa menjadi penetap tersangka (seseorang). Bukti harus relevan," jelas dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement