Liputan6.com, Jakarta - Buku pelajaran IPS kelas VI terbitan Yudhistira membuat geger. Sebab, di dalam buku pelajaran karangan Sutoyo dan Leo Agung itu menyebutkan ibu kota Israel adalah Yerusalem. Sementara Palestina dalam buku tersebut tidak tercantum sebagai ibu kota negara.
Dalam keterangan pers yang disiarkan dari situs web www.yudhistira-gi.com, dan dirilis per tanggal 12 Desember 2017, penerbit Yudhistira mengakui adanya kekeliruan tersebut.
Baca Juga
Dalam rilis tersebut dikatakan bahwa penerbit mengambil data dari sumber internet "World Population Data Sheet 2010".
Advertisement
"Kami tidak mengetahui kalau ternyata data tersebut ternyata belum diakui secara sah oleh lembaga internasional," tulis keterangan pers yang dikutip Liputan6.com, Rabu (13/12/2017).
Oleh sebab itu, Yudhistira meminta maaf atas insiden tersebut dan akan memperbaiki isi dari buku itu.
"Untuk itu kami mohon maaf apabila sumber yang kami ambil dianggap keliru. Kami akan melakukan perbaikan atau revisi pada cetakan berikutnya," tulis Penerbit Yudhistira.
Berikut keterangan lengkap Penerbit Yudhistira atas insiden ibu kota Israel:
Pada Buku IPS Kelas 6 KTSP terdapat tabel daftar negara-negara Asia Barat beserta Ibu Kotanya. Pada tabel tersebut tercantum negara Israel Ibu Kotanya Yerusalem.
Perlu kami jelaskan bahwa data tersebut kami ambil dari sumber internet "world population data sheet 2010". Kami tidak mengetahui kalau ternyata data tersebut ternyata belum diakui secara sah oleh lembaga international. Untuk itu kami mohon maaf apabila sumber yang kami ambil dianggap keliru. Kami akan melakukan perbaikan atau revisi pada cetakan berikutnya. Demikian informasi yang dapat kami sampaikan.
Â
Inggris Menentang Kebijakan Trump
Sesaat setelah Trump menggemparkan dunia dengan mengumumkan pengakuan Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel, respons tegas ditunjukkan oleh Inggris. PM Theresa May menegaskan bahwa kebijakan Trump tidak akan membantu proses perdamaian di kawasan.
Inggris sendiri akan tetap mempertahankan posisi Yerusalem sebagai ibu kota bersama bagi Israel dan Palestina dalam negosiasi solusi dua negara.
"Kami tidak setuju dengan keputusan AS untuk memindahkan Kedubes ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sebelum kesepakatan terkait status akhir," demikian pernyataan May, seperti dikutip dari metro.co.uk.
"Kami percaya bahwa itu tidak membantu prospek perdamaian di kawasan. Kedubes Inggris di Israel berkedudukan di Tel Aviv dan kami tidak punya rencana untuk memindahkannya."
"Posisi kami terkait status Yerusalem sudah jelas dan berjalan lama: bahwa status harus ditentukan dalam penyelesaian yang dinegosiasikan antara Israel dan Palestina, dan Yerusalem pada akhirnya harus menjadi ibu kota negara bersama Israel dan Palestina," ungkap May.
Ia menambahkan, "Sejalan dengan resolusi DK PBB, kami menganggap bahwa Yerusalem Timur sebagai bagian dari wilayah Palestina yang diduduki."
"Kami berbagi keinginan yang sama dengan Presiden Trump untuk mengakhiri konflik. Kami menyambut baik komitmennya atas solusi dua negara, dan mencatat pentingnya pengakuan (Trump) bahwa status terakhir Yerusalem, termasuk batas-batas kedaulatan di dalam kota, harus tunduk pada negosiasi," tutur May.
"Kami mendorong pemerintah AS untuk mengajukan proposal rincian penyelesaian konflik Israel-Palestina. Untuk mendapatkan peluang kesuksesan terbaik, proses perdamaian harus dilakukan di atmosfer yang bebas dari kekerasan. Kami mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama menjaga ketenangan."
Saksikan video pilihan berikut:
Advertisement