Sukses

AM Fatwa, Sang Politikus 3 Zaman

Menurut Anggota DPD Azis Khafia, semangat dan pengabdiannya mengalahkan rasa sakit yang dia derita selama ini.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPD RI Andi Mappetahang Fatwa atau lebih dikenal dengan AM Fatwa meninggal dunia pagi ini. Politikus senior itu meninggal dunia karena komplikasi penyakit yang dia derita selama beberapa tahun.

Menurut Anggota DPD Azis Khafia, semangat dan pengabdiannya mengalahkan rasa sakit yang dia derita selama ini.

"Dalam salah satu kesempatan saya menjenguk di MMC bulan lalu bilang, 'Pak Azis, politikus itu enggak ada pensiunnya...'," ucap Azis ketika bertemu AM Fatwa.

Azis mengatakan, AM Fatwa adalah politikus senior yang sudah malang melintang di dunia perpolitikan. Dia adalah politikus tiga zaman, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.

"Menurut saya, Beliau sudah paripurna dalam perpolitikan nasional, pengabdian dan perjuangan untuk bangsanya ia torehkan dengan aksi nyata," kata Azis.

Menurut Azis, AM Fatwa telah berjuang sejak muda menentang kebijakan yang tak perpihak pada rakyat.

"Hal ini mengantarkannya pada jeruji besi. Namun, keluar dari tahanan justru dia semakin gigih memperjuangkan nasib rakyat. Pada era reformasi bersama Amien Rais dia mendirikan partai dan menjadikannya Wakil Ketua DPR RI," ucap dia.

2 dari 2 halaman

Ikon Perlawanan

AM Fatwa telah menjadi ikon perlawanan dan sikap kritis terhadap rezim otoriter Orde Lama dan Orde Baru. Itulah sebabnya sejak muda ia sudah mengalami teror dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh intel-intel kedua rezim otoriter tersebut, hingga keluar masuk rumah sakit dan penjara.

Terakhir ia dihukum penjara 18 tahun dari tuntutan seumur hidup, karena kasus Lembaran Putih Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984 dan khotbah politiknya yang kritis terhadap Orde Baru.

Jika diakumulasi, ia menghabiskan waktu selama 12 tahun di balik jeruji besi. Atas segala penyiksaan yang dialami, ia merupakan satu-satunya warga negara yang pernah menuntut Pangkobkamtib di pengadilan.

Meski berstatus narapidana bebas bersyarat (1993-1999) dan menjadi staf khusus Menteri Agama Tarmizi Taher dan Quraish Shihab, mantan Sekretaris Kelompok Kerja Petisi 50 itu bersama Amien Rais menggulirkan gerakan reformasi, hingga Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.

AM Fatwa pernah menjabat beberapa jabatan struktural dan jabatan semi-ofisial pada Pemda DKI Jakarta dan Staf Khusus Gubernur Ali Sadikin di bidang politik dan agama.

Deklarator sekaligus Ketua DPP PAN periode 1998-2005 ini pernah menjabat Wakil Ketua DPR RI (1999-2004), Wakil Ketua MPR RI (2004-2009), dan Anggota DPD RI/MPR RI (2009-2014).

Pada 14 Agustus 2008 ia dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana di Istana Negara. Dan pada tanggal 29 Januari 2009 ia memperoleh Award Pejuang Anti Kezaliman dari Pemerintah Republik Islam Iran yang disampaikan oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad di Teheran bersama beberapa tokoh pejuang demokrasi dan kemerdekaan dari sembilan negara.

Kepiawaian dalam berdiplomasi membuat AM Fatwa beberapa kali dipercaya memimpin delegasi ke sejumlah negara asing, seperti memulihkan hubungan diplomatik dengan China, merintis dibukanya kedutaan RI di Tripoli Libya, serta menjadi koordinator grup kerja sama bilateral parlemen RI dan Portugal.