Liputan6.com, Jakarta - Hari masih pagi, Fadilah sudah bergelut dengan tumpukan baju kotor milik adik kakaknya. Setiap pagi sudah menjadi tugas siswi kelas Satu SMP ini untuk mencuci pakaian sekaligus menjemurnya di pekarangan rumah.
Ini berbeda dengan Mutmainnah yang sibuk mencuci alat makan dan peralatan dapur. Tidak hanya itu, siswi Kelas enam SD ini juga bertanggung jawab membersihkan rumah dan pekarangan.
Begitulah kira-kira kehidupan keseharian dua dari 10 bersaudara yatim piatu asal Desa Pasiang, Kecamatan Matakali Mandar. Ayah bunda mereka telah meninggal dunia akibat sakit.
Advertisement
Demi menyambung hidup, Aslan--sang anak kedua--sehari-hari menyadap air nira dari pohon enau di kebun sang nenek. Air nira ia kumpulkan dan diolah menjadi gula aren.
Dibantu adik-adiknya, Aslan mencetak gula aren dan menjualnya untuk mendapatkan uang.
Tugas Berat Izhak
Tugas berat dipikul Muhammad Izhak, sang anak sulung. Ia bahkan harus merelakan beasiswa yang diterimanya untuk menjadi sarjana kimia di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB).
Selain mengerjakan sejumlah pekerjaan di rumah, ladang, dan beternak, Izhak juga bertindak sebagai ayah sekaligus ibu bagi sembilan adiknya.
Meski dihadapkan pada beratnya cobaan hidup, Izhak tak mengeluh. Ia masih menyimpan semangat untuk bisa melanjutkan kuliahnya.
Advertisement