Liputan6.com, Jakarta - Penasihat hukum Setya Novanto mempertanyakan hilangnya nama sejumlah politikus yang diduga menerima uang bancakan e-KTP. Mengapa nama-nama itu bisa hilang?
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, lembaga antirasuah memang membuat sedikit perbedaan pada dakwaan Setya Novanto dengan dakwaan Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Ini merupakan strategi.
Namun, secara garis besar dia menjelaskan, dakwaan tentu fokus kepada perbuatan terdakwa, termasuk dalam kasus Setya Novanto. Setelah itu, baru KPK merinci ke beberapa pihak yang diperkaya dalam kasus e-KTP ini.
Advertisement
"Dakwaan terhadap SN (Setya Novanto) tentu fokus pada perbuatan SN. Beberapa pihak yang diduga diperkaya dari proyek e-KTP ini (yang disebut oleh pihak SN sebagai nama yang hilang) tetap masih ada."
Dia mengatakan pihaknya siap menjelaskan soal hal itu kepada publik. Jawaban itu akan disampaikan jaksa KPK pada sidang berikutnya.
"Jawaban dari seluruh poin eksepsi tersebut tentu akan kami sampaikan nanti di persidangan berikutnya," kata Febri kepada Liputan6.com.
Dia menjelaskan, di dakwaan Setya Novanto, masih disebutkan aliran dana korupsi proyek e-KTP mengalir ke sejumlah anggota DPR.
Siapa saja anggota DPR ini, Febri masih enggan merincinya. Terlebih, ini sudah masuk dalam materi perkara.
"Namun, sebagian dikelompokkan. Untuk sejumlah anggota DPR diduga menerima US$ 12,8 juta dan Rp 44 miliar. Sejumlah anggota DPR itu nanti akan dirinci di persidangan sesuai kebutuhan pembuktian," ujar Febri.
Salah Strategi?
Pengacara Maqdir Ismail menilai strategi jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam membuat dakwaan Setya Novanto tidak benar.
"Argumen oleh jubir KPK bahwa ini adalah sebagai strategi menyusun dakwaan, maka kalau sesuai dengan ketentuan penyusunan surat dakwan, strategi itu adalah tidak benar dan tidak diperbolehkan menurut hukum," ujar pengacara Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu 20 Desember 2017.
Menurut dia, dakwaan suatu kasus haruslah konsisten.
"Jadi seperti pernah beberapa kali saya katakan, surat dakwaan itu tidak bisa disamakan dengan laporan intelegen yang bisa berubah-ubah setiap waktu sesuai dengan keadaan, surat dakwaan itu harus tegas pasti, apalagi mereka mereka didakwa secara bersama-sama," kata Maqdir.
Maqdir juga merasa aneh dengan dakwaan Setnov yang menyebut kliennya menerima uang sejumlah USD 7,3 juta. Namun dalam dakwaan Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, tidak disebut.
Oleh karena itu, Maqdir berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor membatalkan surat dakwaan jaksa KPK yang sudah dibacakan pada Rabu 13 Desember 2017.
"Pasti, itulah yang kami minta dalam permohonan ini, kita harapkan nanti dalam persidangan sesudah minggu depan akan ada putusan sela yang batalkan surat dakwaan ini, kalaupun tidak dibatalkan, akan dinyatakan tidak dapat diteima sehingga perkara harus diberhentikan," ujar Maqdir.
Advertisement
Cacat Hukum
Tim penasihat hukum terdakwa perkara korupsi proyek e-KTP Setya Novanto menganggap dakwaan kliennya cacat hukum. Tim penasihat beranggapan, dakwaan disusun dengan tidak cermat dan sesuai dengan kehendak jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Cacat yuridis, karena dibuat berkas perkara hasil sidikan yang tidak sah," ujar Ketua Tim Penasihat Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).
Oleh karena itu, dia berharap majelis hakim Pengadilan Tipikor bisa mengadili perkara ini dengan adil. Setidaknya, Maqdir berharap majelis hakim memeriksa kembali dakwaan-dakwaan yang dianggap berbeda dalam satu perkara.
Saksikan video pilihan di bawah ini: