Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, tidak semua anggota legislatif melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Hal tersebut berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2017.
Menurut Basaria, tahun ini pihak KPK menerima 245.815 LHKPN. Di tingkat eksekutif, sebanyak 78,69 persen dari 252.445 wajib lapor LHKPN yang melapor ke KPK.
Baca Juga
"Sebanyak 30,96 persen dari 14.144 wajib lapor di tingkat legislatif, sebanyak 94,67 persen dari 19.721 wajib lapor di tingkat yudikatif, dan 82,49 persen dari 29.250 wajib lapor BUMN/BUMD," ujar Basaria dalam konferensi pers Kinerja KPK di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2017).
Advertisement
Basaria mengimbau setiap penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif, maupun lainnya untuk patuh melaporkan harta kekayaan pribadi.
Selain itu, Basaria mengatakan, agar penyelenggara negara menolak saat diberikan sesuatu yang diduga bagian gratifikasi.
Terkait dengan pelaporan gratifikasi, Basaria menyebut KPK telah menerima sebanyak 1.685 laporan. Sebanyak 551 di antaranya dinyatakan milik negara, 37 ditetapkan milik penerima, dan 278 laporan masih dalam proses penelaahan.
"Bila dilihat dari instansi pelapor, BUMN/BUMD merupakan institusi paling banyak yang melaporkan gratifikasi dengan 667 laporan, diikuti kementerian dengan 447 laporan, dan pemerintah daerah dengan 239 laporan," kata Wakil Ketua KPK itu.
e-LHKPN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan program Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik atau e-LHKPN. Melalui e-LHKPN, penyelenggara negara dapat melaporkan kekayaannya secara online.
"Jadi pejabat negara tidak lagi kirim surat ke KPK tapi cukup isi di kantor masing-masing," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Senin, 11 Desember 2017.
Agus berharap, program e-LHKPN ini dapat dimanfaatkan saat Pilkada 2018. "Para calon tidak perlu tulis dalam bentuk surat tapi isi dari tempat masing-masing. Mudah-mudahan akan mempermudah," imbuh Agus.
Â
Advertisement
Mekanisme e-LHKPN
Spesialis e-LHKPN Jeji Azizi mengatakan, sebenarnya perubahan LHKPN ini menekankan pada permasalahan teknis.
"Lebih ke arah teknis. Berubahnya secara drastis yang dulu pakai formulir dalam bentuk hard copy sekarang semuanya dalam bentuk digital," papar Jeji pada Liputan6.com.
Pelaporan e-LHKPN ini memiliki sistem otomatis, sehingga apabila belum selesai dilengkapi maka pengisian data bisa dilakukan secara bertahap. Lalu yang berubah juga adalah lampiran yang dulu berjumlah 14 item, saat ini hanya dokumen yang berhubungan dengan lembaga keuangan.
"Seperti dokumen buku tabungan rekening, tabungan, deposito, giro, reksa dana, dan surat-surat berharga saja. Jadi, selebihnya hanya perlu dicatatkan saja di dalam aplikasi LHKPN," tutur Jeji.
Setelah itu, unit atau petugas LHKPN di instansi akan melakukan validasi data.
"Selanjutnya adalah meng-online-kan atau melakukan aplikasi para wajib LHKPN sehingga nanti sistem akan mengirimkan kode verifikasi ke alamat email para wajib LHKPN. Setelah mendapatkan kode verifikasi, sudah biasa login sesuai username dan password yang diberikan," jelas Jeji.
Khusus untuk calon pemimpin daerah pada Pilkada 2018 yang berasal dari masyarakat sipil, LKPHN pun hanya bisa dilakukan secara manual melalui KPK.
Namun, wajib LHKPN yang instansinya tidak memiliki unit LHKPN maka pelaporan hanya bisa dilakukan secara manual. Selain itu, pelaporan LHKPN ini masih bersifat sukarela.
"Karena kewajiban LHKPN yang memang ranahnya pencegahan tidak ada unsur paksaan sering kali memang harus diingatkan," kata Jeji.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini: