Sukses

Kisah Nyata Gedung Putih Berhantu di Lapangan Banteng

Banyak sudah cerita seram dan mistis yang beredar terkait dengan keberadaan gedung berlantai tiga ini.

Liputan6.com, Jakarta - Gedung AA Maramis yang ada di kompleks Kementerian Keuangan, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, akan segera berganti wajah. Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang mengelola aset bangunan bersejarah itu memutuskan untuk segera merenovasi gedung tersebut.

Dengan luas 12 ribu meter persegi, Gedung AA Maramis selama ini telah menjadi kompleks gedung perkantoran bersejarah terbesar di Asia Tenggara. Kenapa bersejarah? Karena gedung ini dibangun Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, lebih dari 200 tahun silam.

Tak sulit menemukan gedung ini. Jika Anda berada di kawasan Lapangan Banteng dan sekitarnya atau sedang melewati Jalan Budi Utomo, akan terlihat sebuah gedung berwarna putih di dalam kompleks Kementerian Keuangan. Gedung ini memiliki banyak jendela dengan dua daun pintu berukuran besar.

Posisinya dekat dengan lapangan yang biasa digunakan untuk upacara. Jika dari arah Jalan Gunung Sahari, kemudian masuk ke Jalan Budi Utomo, maka gedung ini berada di sisi kiri jalan.

Gedung ini tepat berada di antara Gedung Perbendaharaan dan ruang pertemuan. Atmosfer seolah berada di Belanda langsung hadir lantaran adanya prasasti yang tertempel di pintu masuk bertuliskan nama Daendels bercampur bahasa Belanda.

Tak hanya bersejarah, Gedung AA Maramis juga dikenal angker. Selain penampakan bak gedung kosong jika dilihat dari luar, kesan angker juga sangat terasa jika pandangan diarahkan ke pintu masuk di lantai dasar yang terkesan gelap dan tak berpenghuni.

2 dari 4 halaman

Cerita Mistis Mesin Tik

Banyak sudah cerita seram dan mistis yang beredar terkait dengan keberadaan gedung berlantai tiga ini. Baik dari mereka yang sekadar lewat ataupun para pegawai yang sehari-harinya bekerja di gedung tanpa penghuni tersebut. Mulai dari penampakan bayangan berpakaian putih, suara derap kuda, serta suara orang tertawa di malam hari.

Bahkan, Kepala Bagian Rumah Tangga Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Agam Embun Surapati tak menampik jika bangunan tersebut angker. Sebab, dia pernah merasakan sendiri bahwa dunia lain itu ada saat dirinya berkantor di Gedung AA Maramis.

"Memang betul seram, ada yang ngalamin sendiri, termasuk saya. Saya kan sudah bekerja sejak 1982, saat itu pernah lihat mesin ketik jalan sendiri, mendengar suara seperti orang berjalan tak, tok, tak, tok," papar Agam, Kamis (28/12/2017).

Cerita Agam tentu beralasan, karena pegawai Kemenko Perekonomian merupakan yang terakhir menempati gedung tersebut. Termasuk mengetahui seluk-beluk di dalam gedung yang jarang diketahui publik.

"Gedung ini terdiri dari tiga lantai, semuanya masih asli arsitektur Belanda. Pintu, tangga, dan lantainya masih asli semua. Kamar Daendels saja dikunci, tidak ada yang boleh masuk, enggak tahu apa isi di dalamnya," kata Agam.

Apalagi, setelah dua tahun terakhir gedung ini sama sekali kosong dan tidak difungsikan. Maka, jadilah Gedung AA Maramis menjadi bangunan yang terbengkalai karena tak lagi berpenghuni. Padahal, bangunan ini punya sejarah panjang, baik saat pembangunan maupun pemanfaatannya.

3 dari 4 halaman

Dinamai Gedung Putih

Dikutip dari buku karya Alwi Shahab berjudul Robin Hood Betawi, gedung ini dibangun oleh Herman Willem Daendels pada 7 Maret 1809, tak lama setelah dia diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Ketika itu Daendels berencana membangun gedung tersebut untuk istana para gubernur jenderal. Namun, saat dia meninggal dunia pada 2 Mei 1818, pembangunan gedung ini belum selesai. Butuh waktu sekitar 20 tahun untuk menuntaskan pembangunan gedung ini setelah diteruskan oleh pengganti Daendels, Du Bus des Ghisignies.

Bangunan ini berhasil diselesaikan pada 1828 dan diresmikan Komisaris Jenderal Du Bus de Ghisignies. Namun, sejak pertama kali digunakan, gedung ini tak pernah dipakai untuk tempat tinggal para penjabat gubernur jenderal sesuai keinginan Daendels.

Gedung ini hanya difungsikan sebagai tempat pertemuan para pejabat penting Hindia Belanda serta kegiatan pemerintahan lainnya. Termasuk sebagai Kantor Besar Urusan Keuangan Negara.

Sejak awal pula, gedung yang dirancang oleh arsitek Ir. Letkol JC. Schultze itu disebut Groote Huise (Rumah Besar) atau Witte Huis (Gedung Putih) karena seluruh dinding bangunannya dicat putih.

Sejarah berlanjut, pada 1835 bagian ruangan bawah gedung dipakai sebagai Kantor Pas dan Percetakan Negara. Sedangkan bagian lain dipakai sebagai Hoger Gerecht shof dan Algemene Secretarie.

Tak bertahan lama, pada 1 Mei 1848 gedung ini beralih lagi dan resmi menjadi Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Ini pun tak bertahan karena Gedung Putih kemudian dijadikan Pusat Dokumentasi atau Perpustakaan Departeman Keuangan di zaman Hindia Belanda.

4 dari 4 halaman

Jadi Cagar Budaya

Berlanjut hingga zaman kekuasaan Jepang di Indonesia, antara 1942 hingga 1945, serta zaman NICA pada 1945 hingga 1949, gedung ini akhirnya resmi diserahkan kepada pemerintah Indonesia pada 1950.

Sejak itu pula gedung ini dimanfaatkan sebagai kantor Kementerian Keuangan RI dengan berkantornya Menteri Keuangan pertama yakni Alexander Andries (AA) Maramis di gedung ini. Di sinilah benang merah kenapa gedung ini dinamakan juga Gedung AA Maramis, sama dengan sebutan Gedung Daendels dan Gedung Putih pada masa sebelumnya.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan, Kementerian Keuangan kemudian membangun lagi bangunan baru masih di lokasi atau kawasan yang sama, yaitu Lapangan Banteng. Di sebelah kiri Gedung AA Maramis, misalnya, dibangun gedung utama Kementerian Keuangan.

Makin lama, Gedung AA Maramis makin tersingkir oleh keberadaan gedung-gedung baru yang dibangun Kemenkeu. Puncaknya adalah dua tahun terakhir, gedung itu tak lagi ditempati dan tanpa perawatan. Tak heran, kalau kemudian bangunan cagar budaya ini dikenal sebagai gedung berhantu.

Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Gedung AA Maramis dimasukkan ke dalam cagar budaya yang wajib dilindungi, dipelihara, dan dimanfaatkan.

Karena itu, langkah LMAN untuk merenovasi bangunan ini sudah selayaknya, dengan harapan penghuni tak kasat mata yang selama ini tinggal di tempat itu bisa berpindah ke tempat lain. Apalagi setelah direnovasi nantinya, Gedung AA Maramis tidak akan ditempati karena memang peruntukannya sebagai cagar budaya nasional.